WAJO INTELEKTUAL MANDIRI

  • HIMPUNAN PELAJAR & MAHASISWA WIM (HIPERMAWIM)
  • PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA (PMII) CAB. WAJO
  • APLIKASI KOMPUTER DAN KESEKRETARISAN (LIFE SKILL)

Nadir Sang penelusur Blog

Sabtu, 26 Desember 2009

Konon, ketika saya berumur 7 tahun, saya pernah menangis sangat mengerikan seharian. Saya ingat sedikit, ketika itu pada mulanya saya dibisikkan oleh beberapa orang lelaki yang lebih tua dari saya, tentang satu nama yang sangat asing. Tentu, bukan UFO atau kapal terbang. Tapi, (maaf) v-a-g-i-n-a (selanjutnya dapat dibaca V) J. Mereka kakak-kakak satu pengajian dengan saya dulu. Mereka yang bicara keras, mencuri jambu dan menghisap rokok. Sumpah mati, ketika itu saya tak tahu apa yang mereka lakukan. Saya hanya tahu bahwa mereka pandai tertawa dan saya takjub pada asap yang keluar dari mulut mereka, seperti asap dari cerobong kereta api…

Begitulah, mereka membisikkan nama yang sangat asing, dan mereka menyuruh saya memintanya dari kakak perempuanku yang mereka bilang cantik. Mereka sebut nama asing sekali lagi, dengan tangan menunjuk arah bawah pusarnya, lalu ia mengacungkan jempol dengan tawa yang renyah. Mereka menyebut nama kakakku. Mereka tertawa-tawa, saling dorong satu sama lain, dan saya berjingkrak ikut gembira.



Dalam kepala kecil saya ketika itu, saya hanya tahu bahwa saya tengah membayangkan sebuah makanan yang lezat atau sebuah mainan yang bagus dan barangkali sengaja disembunyikan kakak perempuanku dibawah perutnya. Sepanjang jalan pulang, yang saya tahu saya ingin V. Sampailah saya di rumah, dan keluarlah permintaan itu: saya ingin V dengan ledak tangisan saya yang konon, sangat mengerikan. Tak seperti ketika saya meminta uang jajan, permintaan kali itu tak pernah dikabulkan. Saya malah dapat kemarahan yang panjang dari ibu dan kakak perempuanku. Saya hanya dapat jeweran seperti laiknya jeweran ketika saya menghabiskan makanan kesukaan kakak saya di lemari kamarnya.



Saya menangis seharian, konon sangat mengerikan, dan mereka—kakak-kakak saya—menceritakannya kembali. Saat mendengar kembali cerita masa kecil itu, saya malu bukan kepalang. Dan tahukah kalian, tangisan saya yang mengerikan itu tiba-tiba berhenti ketika kakak saya benar-benar memperlihatkan apa yang saya mau. Ia memperlihatkannya dengan wajah merah menyala. Ya, wajah yang sangat marah.



(Jika hari ini saya bertemu pemuda-pemuda berandalan itu, saya bersumpah akan mencaci maki mereka. Karena mereka mengajarkan saya melecehkan kaum perempuan…)



Tentu saja, ketika itu ibu saya bilang sambil tertawa, bahwa punya kakak tak enak dimakan dan ia akhirnya memberikan uang jajan yang lebih besar dari biasanya. Dengan syarat, saya dilarang menangis dan segera tutup kuping jika pemuda-pemuda berandalan itu bicara jorok. Lho, bicara jorok itu apa?



Tapi ketika itu saya mengangguk pelan. Lalu kakakku menambahkan bahwa V adalah lubang ular, dan ketika itu saya begitu takut mendengarnya. Ah, jika seandainya ketika itu yang meminta bukan anak sekecil saya, tetapi pemuda-pemuda berandalan itu, tentu kakak saya akan bilang: ini milik sah suamiku…Lho, suami? Nama asing apa pula itu? Apakah dia seekor ular? []



Ditulis tahun 2009

Entri ini dituliskan pada 25 Desember 2009 pada 12:16 pm dan disimpan dalam Ω Cerita Masa Kecil. Bertanda: Ω Cerita Masa Kecil, Sex. Anda bisa mengikuti setiap tanggapan atas artikel ini melalui RSS 2.0 pengumpan. Anda bisa tinggalkan tanggapan, atau lacak tautan dari situsmu sendiri.

Tidak ada komentar: