WAJO INTELEKTUAL MANDIRI

  • HIMPUNAN PELAJAR & MAHASISWA WIM (HIPERMAWIM)
  • PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA (PMII) CAB. WAJO
  • APLIKASI KOMPUTER DAN KESEKRETARISAN (LIFE SKILL)

Nadir Sang penelusur Blog

Kamis, 31 Desember 2009

Terkoyaknya Sutera Wajo

Liputan : Sudrajat dan Sugeng Riyadi

indosiar.com, Wajo, Sulsel - Wajo, di Sulawesi Selatan, sejak lama dikenal sebagai penghasil sutera ternama. Tepatnya bermula sejak tahun '60-an. Sutera, bagi Wajo, tidak hanya sekedar slogan dan motto, yang berarti sejahtera, ulet, tenteram, ramah dan aman.

Sutera, telah membawa Wajo sebagai andalan pariwisata, yang menduduki posisi ketiga di Sulawesi Selatan, setelah Makassar dan Tana Toraja. Namun sayangnya, kini sutera di Wajo seolah telah mencapai titik jenuh.

Simak saja perkembangannya sejak tahun 1998 lalu. Dari 5.166 pengrajin sutera pada tahun 1998, yang terdapat di sepuluh kecamatan, tidak banyak mengalami perkembangan, dalam jumlah. Pada tahun 2002 lalu, jumlah pengrajin hanya bertambah menjadi 5.1208 pengrajin. Sebagian besar diantaranya, hanya melakukan usahanya, sekedar memenuhi kebutuhan hidup. Tidak lebih dari itu.

Terlalu banyak persoalan yang menjadi beban para pengrajin, mulai dari tempat usaha, alat tenun, penyediaan bahan baku, pemasaran, kualitas hasil produksi, sampai ke persoalan konflik antar pengrajin sutera sendiri.

Dulunya sutera bisa berjaya di Kabupaten Wajo, karena tempat ini selain terdapat tanaman murbai sebagai modal utama sutera, pembibitan sutera serta alat tenun bukan mesin. Sekarang kesemua pendukung ini hanya tinggal kenangan. Semua bahan seperti itu kini, didatangkan dari luar Sulawesi, bahkan untuk benang sutera, banyak diantara pengrajin yang membeli benang sutra dari luar negeri.

Satu hal yang cukup mencolok, yang membuat para pengrajin sutra Wajo semakin terpuruk adalah sulitnya mempertahankan kualitas sutera, dengan harga yang sepadan.

Kondisi ini semakin diperburuk, dengan tidak adanya lembaga khusus seperti koperasi yang bisa menampung hasil produksi serta penentuan harga jual. Akhirnya para pengrajin banyak yang menetapkan harga sendiri sendiri. Tidak ada kekompakan diantara sesama pengrajin. Masing-masing pengrajin ingin menguasai sendiri sendiri pembeli dari Jawa, yang akhirnya muncul persaingan tidak sehat diantara pengrajin.

Bimbingan dari pemerintah dengan cara mendatangkan pengrajin dari jawa sudah dilakukan pemerintah Wajo, namun hasilnya tetap tidak maksimal.

Satu yang kini diupayakan pemerintah daerah adalah mengupayakan masuknya investor, agar geliat sutera Wajo, kembali hidup.

Tidak ada kata lain, buat pemerintah daerah dan pengrajin sutera di Wajo, bila ingin mengembalikan kejayaan suteranya, selain menyamakan niat dan bekerja keras. Langkah harus satu. tak ada lagi persaingan sesama pengrajin. Inilah saatnya untuk kembali memuluskan sutera Wajo, yang seakan telah koyak, tak semulus sutera buatannya.(Idh)

Tidak ada komentar: