WAJO INTELEKTUAL MANDIRI

  • HIMPUNAN PELAJAR & MAHASISWA WIM (HIPERMAWIM)
  • PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA (PMII) CAB. WAJO
  • APLIKASI KOMPUTER DAN KESEKRETARISAN (LIFE SKILL)

Nadir Sang penelusur Blog

Kamis, 31 Desember 2009

Wajo – my home land

informasi dibawah ini diambil dari situs resmi pemerinta Kabupaten Wajo (www.wajo.go.id)

TENTANG WAJO

Kabupaten Wajo merupakan salah satu kabupaten di propinsi Sulawesi Selatan. Ibukotanya Sengkang, sekitar 242 km dari kota Makassar (Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan), dapat ditempuh sekitar 4 jam dengan menggunakan mobil. Dari kota Parepare, pusat kawasan pengembangan ekonomi terpadu di propinsi Sulawesi Selatan, sekitar 87 km.
Wajo yang luas wilayahnya 250.619 hektar, terbagi atas 14 kecamatan, 48 kelurahan dan 128 desa, memiliki potensi sumber daya alam yang besar.
Karakteristik potensi alam Wajo, seperti diungkapkan oleh Arung Matoa Wajo, La Tadampare Puang Ri Maggalatung (1491-1521) : mangkalungu ri bulu'E, massulappe ripottanangngE ma matodang ritasi'E, ri tapparengngE. Artinya : daerah ini merupakan negeri yang subur dan nyaman. Ibarat seorang tidur, maka ia berbantalkan gunung dan hutan, memeluk lembah, dan kakinya menyentuh danau atau air laut.
Ungkapan cendikiawan Wajo di abad ke-15 itu memang bukan syair khayalan, namun merupakan suatu kenyataan yang hingga kini menjadi potensi andalan Kabupaten Wajo. Hamparan lahan persawahan yang ada di daerah ini sekitar 86.000 hektar. Baru sekitar 20 persen yang terjangkau irigasi teknis. Jika areal persawahan ini rata-rata menghasilkan empat ton padi setiap tahunnya, berarti Kabupaten Wajo menghasilkan 334.00 ton padi setiap tahun. Suatu jumlah yang cukup fantastik.
Pada tanah berbukit yang berjejer mulai dari kecamatan Tempe ke Utara – Kecamatan Maniangpajo, Kecamatan Keera dan Pitumpanua, kini merupakan wilayah hutan tanaman industri, perkebunan coklat, cengkeh, jambu mete serta pengembangan ternak. Secara keseluruhan potensi perkebunan di Kabupaten Wajo seluas lebih 38.000 hektar, diantaranya telah dikelola sekitar 28.000 hektar. Setiap tahun telah menghasilkan produksi ratusan hingga ribuan ton berbagai jenis komoditas ekspor seperti : cengkeh, kakao, dan kelapa hybrida.
Padang rumput/alang-alang seluas 34.000 hektar merupakan lahan pengembalaan ternak besar dan kecil yang populasinya kini telah mencapai puluhan ribu ekor. Belum lagi ternak unggas berupa ayam ras, itik, dan ayam buras yang populasinya sudah melebihi jutaan ekor.
Di pesisir pantai Timur terhampar lahan pertambakan sekitar 15.000 hektar. Masih sebagian kecil yang dikelola secara teknis, tapi telah memproduksi puluhan ribu ton udang dan ikan bandeng setiap tahunnya. Garis pantai Teluk Bone yang membentang sekitar 110 km, memiliki potensi ikan laut yang tidak kecil. Termasuk budidaya rumput laut. Danau Tempe yang luasnya 13.000 hektar, merupakan penghasil ikan air tawar terbesar di dunia.
Struktur perekonomian Kabupaten Wajo memang didominasi oleh sektor pertanian dengan kontribusi lebih dari 45 persen. Menyusul sektor perdagangan, hotel dan restoran 19 persen, dan sektor pertambangan penggalian 9 persen.
Pada tahun 1997 saat kondisi perekonomian nasional mulai mengalami krisis, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wajo juga terkena dampak sehingga terpuruk menjadi minus 6,66 persen. Namun setahun kemudian, terutama setelah penambangan gas bumi Gilireng mulai berproduksi, pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Wajo kembali membaik dalam posisi pertumbuhan 6,06 persen. Kondisi itu bertahan hingga tahun 1999.
Pendapatan perkapita masyarakat Wajo pun telah berada pada posisi Rp. 3,5 juta pertahun. Bahkan dalam musim haji tahun 2000 terjadi peningkatan jumlah calon haji asal Kabupaten Wajo lebih dari 100 persen. Tahun 1999 cuma 1.400 orang, pada musim haji tahun berikutnya 2.700 orang. Mereka sebagian besar petani.

JATI DIRI BANGSA WAJO

Hampir tak ada negeri yang tidak didatangi orang Wajo. Sampai ke ujung duniapun asalkan ada peluang bisnis dan iklim yang menjamin kebebasan berusaha. Orang Wajo akan datang.
Perumpamaan itu tak lain untuk menunjukkan betapa sifat kewiraswastaan (interpreneurship) telah mendarah daging pada setiap pribadi orang Wajo.Sifat ini dituntun pesan leluhur : aja mumaelo natunai sekke, naburuki labo (jangan terhina oleh sifat kikir dan hancur oleh sifat boros).
Berpegang pada Tellu Ampikalena To WajoE (tiga prinsip hidup), tau'E ri DewataE, siri'E ri padatta rupatau, siri'E ri watakkale (ketaqwaan kepada Allah SWT, rasa malu pad orang lain dan pada diri sendiri), orang Wajo memiliki etos kerja, resopa natinulu natemmangingngi, namalomo naletei pammase Dewata Seuwae (hanya dengan kerja keras, rajin, dan ulet, mendapat keridhaan Allah SWT)
Orang Wajo senantiasa mendambakan terciptanya iklim kebebasan berdasarkan prinsip, Maradeka To WajoE, najajiang alaena maradeka, napoada adanna, napobbicara bicaranna, napogau gaunna, ade assemmaturesennami napopuang (Orang Wajo dilahirkan merdeka, bebas berekspresi, bebas bicara, dan menyatakan pendapat, bebas berbuat, hanya hukum berlandaskan permusyawaratan yang dipertuan).
Berpenduduk 400.000 jiwa, Wajo memiliki potensi SDM yang handal. Apabila potensi ini berhasil dipadukan dan diberdayakan, bisa dipastikan, masyarakat Wajo meraih kehidupan lebih baik di hari esok. Penggalangan potensi akbar ini (termasuk orang Wajo yang berdiam di luar daerah) bukan mustahil diwujudkan mengingat orang Wajo memiliki semangat riassiwajori yang terkandung dalam prinsip kebersamaan, mali siparappe, rebba sipatokkong, malilu sipakainge (hanyut saling menolong, jatuh saling membantu untuk tegak kembali, khilaf saling mengingatkan).
Nilai-nilai yang tak ternilai harganya itu patut dilestarikan dan dikembangkan. Atas prakarsa H. Dachlan Maulana, SE, MS, Bupati Kepala Daerah Wajo periode 1993-1998 dicanangkan 'Gerakan Sejuta Wajo', salah satu wujud pengamalan nilai-nilai ini. Pada masa bakti Drs. H. Naharuddin Tinulu (Bupati Wajo 1999-2004), organisasi Kesatuan Masyarakat Wajo (KEMAWA) yang diketuai Prof.Dr. H.A Husni Tanra, PhD, mendidirikan Yayasan Wajo Madani yang berkiprah pada pengembangan SDM dengan mengamalkan semangat Riassiwajori.
Pelestarian dan nilai-nilai positif itu membutuhkan wahana yang menjadi sumber motivasi. Momentumnya dipilih bertepatan peringatan Hari Jadi Wajo. Waktu yang tepat tersebut dikaitkan dengan Hari Jadi Wajo, yang hari 'H'-nya belum pernah disepakati. Di sinilah letak pentingnya upaya penelusuran sejarah keberadaan Wajo yang digagaskan oleh Dachlan Maulana. Penelusuran sejarah Wajo didukung tokoh masyarakat dan budayawan.
Pemerintah Kabupaten Wajo membentuk Panitia Seminar Penelurusan Hari Jadi Wajo per SK Bupati Kepala Daerah Tingkat II Wajo No. Sos/562/XII/W/1994 tanggal 22 Desember 1994. Panitia kemudian menyelenggarakan Seminar Penelusuran Hari Jadi Wajo, 23 Januari 1995 di Ruang Kantor BKDH Tingkat II Wajo.
Dalam seminar terungkap kemajuan Wajo, terutama di bawaha kepemimpinan Arung Matoa (Presiden), yaitu :
1. La Tadampare Puangrimaggalatung
2. Petta Latiringeng To Taba Arung Simettengpola
3. La Mungkace Toaddamang
4. La Sangkuru Patau
5. La Salewangeng To Tenriruwa
6. La Maddukelleng
7. La Pariusi To Maddualeng
Seminar menyimpulkan sejarah kelahiran Wajo dalam 6 (enam) versi, yaitu :
1. Puang Rilampulungeng
2. Puang Ritimpengeng
3. Cinnongtabi
4. Boli versi Kerajaan Cina
5. Masa ke-Batara-an
6. Masa ke-Arung Matoa-an
Peserta seminar sepakat untuk menetapkan momentum Hari Jadi Wajo pada masa pelantikan Batara Wajo I La Tenri Bali, tahun 1399, dibawah sebuah pohon besar (Bajo). Tempat pelantikan Batara Wajo I ini sampai sekarang masih ada, bernama Wajo – Wajo di daerah Tosora Kecamatan Majauleng. Tanggal 29 Maret dipilih sebagai hari 'H' yakni peristiwa kemenangan pasukan Wajo dibawah kepemimpinan La Maddukelleng di Lagosi terhadap pasukan Kompeni yang membantu Bone. Perang tersebut merupakan simbol anti penjajahan. Keputusan seminar dikukuhkan melalui Surat Keputusan DPRD Wajo No. 12/1995 tangal 7 Juli 1995.
Seminar hanyalah sebuaha kegiatan awal dari sebuah usaha besar Orang Wajo menemukan jati dirinya. Pengembangan nilai-nilai itu diharapkan kelak bisa berhasil menjadi sumber motivasi bagi orang Wajo untuk menemukan jati dirinya.

Pariwisata Wajo

:: DANAU TEMPE ::

Danau Tempe terletak di bagian Barat Kabupaten Wajo. Tepatnya di Kecamatan Tempe, sekitar 7 km dari Kota Sengkang menuju tepi Sungai Walanae. Dari sungai ini, perjalanan ke Dananu Tempe dapat ditempuh sekitar 30 menit dengan menggunakan perahu motor (katinting). Perkampungan nelayan bernuansa Bugis berjejer di sepanjang tepi danau. Nelayan yang menangkap ikan di tengah danau seluas 13.000 hektare itu dengan latar belakang rumah terapung, merupakan pemandangan yang sangat menarik. Dari ketinggian, Danau Tempe tampak bagaikan sebuah baskom raksasa yang diapit oleh tiga kabupaten yaitu Wajo, Soppeng, dan Sidrap.
Sambil bersantai di atas perahu, wisatawan dapat menyaksikan terbitnya matahari di ufuk Timur pada pagi hari dan terbenam di ufuk Barat pad sore hari. Di tengah danau, kita dapat menyaksikan beragam satwa burung, bungan dan rumput air, serta burung Belibis (Lawase, bahasa Bugis) menyambar ikan-ikan yang muncul di atas permukaan air. Danau Tempe memiliki species ikan air tawar yang jarang ditemui ditempat lain. Konon, dasar danau ini menyimpan sumber makanan ikan, yang diperkirakan ada kaitannya letak danau yang berada di atas lempengan dua benua, yaitu Australia dan Asia. Di waktu malam, wisatawan dapat menginap di rumah terapung. Bersama nelayan, kita dapat menyaksikan rembulan di malam hari yang menerangi Danau Tempe sambil memancing ikan. Sementara itu, para nelayan menangkap ikan diiringi dengan musik tradisional yang dimainkan penduduk. Tanggal 23 Agustus setiap tahunnya, merupakan kalender kegiatan pelaksanaan festival laut di Danau Tempe.
Acara pesta ritual nelayan ini disebut Maccera Tappareng atau upacara mensucikan danau dengan menggelar berbagai atraksi wisata yang sangat menarik. Pada hari perayaan Festival Danau Tempe ini, semua peserta upacara Maccera Tappareng berpakai Baju Bodo (pakaian adat Orang Bugis). Acara ini juga dimeriahkan dengan berbagai atraksi seperti lomba perahu tradisional, lomba perahu hias, lomba permainan rakyat (lomba layangan tradisional, pemilihan anak dara dan kallolona Tanah Wajo), lomba menabuh lesung (padendang), pagelaran musik tradisional dan tari bissu yang dimainkan oleh waria, dan berbagai pagelaran tradisional lainnya. Lomba perahu dayung merupakan tradisi yang turun temurun dan terpelihara di kalangan para nelayan. Sedangkan Maccera Tappareng merupakan bentuk kegiatan ritual yang dilaksanakan di atas Danau Tempe oleh masyarakat yang berdomisili di pinggir Danau Tempe, biasanya ditandai dengan pemotongan kurban/sapi yang dipimpin oleh seorang ketua nelayan, dan serentetan acara lainnya.

:: AGRO-WISATA SUTERA ::

Daun dari tanaman murbei (Morus sp.) merupakan satu-satunya pakan ulat sutera (Bombyx mori L.), media yang menghasilkan kokon untuk diolah menjadi benang sutera selanjutnya diproses atau ditenun menjadi kain sutera.
Kokon merupakan hasil pemeliharaan ulat sutera, dibentuk dari serat sutera yang dikeluarkan oleh larva matang, selanjutnya melalui proses pemintalan, kokon diolah menjadi benang sutera. Tahap penanaman murbei hingga proses pembuatan kain sutera sudah lama menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Wajo.
Lokasi pembibitan dan penanaman murbei terletak pada beberapa desa di Kecamatan Sabbangparu, sekitar 10 km sebelah Selatan Kota Sengkang, jalan poros menuju Kabupaten Soppeng. Di sini, pengunjung dapat menyaksikan proses penanaman murbei, cara memelihara ulat sutera, proses pemintalan benang sutera, hingga cara menenun kain sutera.
Khusus produk sutera yang berupa kain, sarung, kemeja, dasi, dan berbagai bentuk cinderamata dari kain sutera misalnya : kipas dan tas, dapat kita saksikan di beberapa showroom sutera yang ada di Kota Sengkang. Di toko souvenir itu tersedia berbagai macam warna maupun motif yang indah. Motif yang banyak diminati masyarakat umumnya motif Bugis dan motif yang menyerupai ukiran-ukiran Toraja.

:: RUMAH ADAT ATAKKAE ::

Kawasan budaya Rumah Adat Atakkae terletak di Kelurahan Atakkae, Kecamatan Tempe, di bangun tahun 1995 di pinggir Danau Lampulung, sekitar 3 km sebelah Timur Kota Sengkang. Di dalam kawasan ini telah dibangun puluhan duplikat rumah adat tradisional yangdihimpun dari berbagai kecamatan, sehingga kawasan ini representatif sebagai tempat pelaksanaan pameran.
Di sekitarnya terdapat bangunan sebagai tempat menginap wisatawan, dekat dari danau. Hampir setiap tahunnya, kawasan budaya ini ramai dikunjungi wisatawan, terutama saat digelar berbagai atraksi budaya dan permainan rakyat.
Di dalam kawasan tersebut dibangun sebuah rumah adat yang lebih besar yang dijuluki Saoraja – istana Tenribali, salah seorang matoa Wajo. Rumah tersebut mempunyai tiang sebanyak 101 buah. Setiap tiang beratnya 2 ton, kayu ulin dari Kalimantan. Tiang itu didirikan dengan menggunakan alat berat (eskavator). Lingkaran tiang rumah 1,45 m dengan garis tengah 0,45 m, dan tinggi tiang dari tanah ke loteng 8,10 m. Bangunan rumah adat ini mempunyai ukuran panjang 42,20 m, lebar 21 m, dan tinggi bubungan 15 m.

:: KAWASAN WISATA BENDUNGAN KALOLA ::

Kawasan wisata ini terletak di Desa Sogi, Kecamatan Maniangpajo, sekitar 35 km sebelah Utara Kota Sengkang. Kawasan yang menempati areal seluas 65 hektare ini selalu ramai dikunjungi wisatawan.
Bendungan Kalola yang terdapat dalam kawasan wisata ini memiliki genangan air 21,5 km dengan debit air 900 m3 per detik, membentang di antara brisan pegunungan yang ditumbuhi pepohonan rindang, sejuk, dan sangat mengasyikkan.
Pada hamparan genangan air Sungai Kalola, kita dapat menyaksikan kegiatan menangkap ikan oleh penduduk setempat dengan menggunakan perahu roda. Wisatawan juga bisa memancing ikan, lomba dayung, bermain ski, dan menikmati pemandangan yang indah di sekitar bendungan.
Pada pinggir genangan yang landai, pengunjung biasanya menggelar perkemahan. Sekitar 3 km dari bendungan telah dibangun kolam renang dan pondokan. Bagi mereka yang gemar berburu, dapat menyalurkan hobinya, karena dekat lokasi ini terdapat taman perburuan rusa.

:: TAMAN PERBURUAN RAKYAT ::

Taman perburuan rusa, lokasinya sekitar 5 km dari Bendungan Kalola. Tepatnya di Desa Sogi, Kecamatan Maniangpajo. Taman berupa hutan seluas 500 hektare itu sangat representatif bagi mereka yang mempunyai hobi berburu. Dahulu, orang berburu rusa dengan menggunakan kuda dan anjing pemburu. Bahkan, tingkat keperkasaan dan kedewasaan seorang putra bangsawan saat itu diukur dari kemampuan dan ketangkasan mereka menangkap rusa.
Bagi mereka yang senang dengan petualangan, berburu rusa merupakan salah satu alternatif. Lokasi itu dapat dijangkau dengan menggunakan mobil 4 whell drive. Jalan menuju ke lokasi merupakan bukit yang landai. Di sekitarnya tampak pemandangan alam dengan permukaan rumput hijau, mengapit lapangan berburu yang luas. Di sekitar taman ini terdapat sungai kecil dan pepohonan di sela-sela lembah, sebagai pendukung kehidupan satwa rusa.

:: ATRAKSI PERNIKAHAN ::

Atraksi pernikahan dan ritual lainnya dapat disaksikan, yaitu Mappacci, Mappanre Lebbe, dan Mappasilellung Botting. Mappacci merupakan sejenis rangkaian proses dalam pesta perkawinan yang dilaksanakan dengan meletakkan daun pacar (pacci) dari sanak keluarga kepada tangan pengantin sebagai bentuk persucian diri. Mappasilellung Botting dilaksanakan setelah malam usai pesta perkawinan, di mana pengantin pria selalu mengejar pengantin wanitanya, sebagai upaya untuk saling mengakrapkan pengantin.
:: SITUS TOSORA ::

Obyek wisata ini terletak sekitar 16 km di sebelah Timur Kota Sengkang. Tepatnya di Desa Tosora, Kecamatan Majauleng. Lokasi ini dapat dijangkau dengan menggunakan sepeda motor atau mobil. Tosora adalah daerah bekas ibukota Kabupaten Wajo sekitar abad ke-17. Wilayah ini dikelilingi 8 buah danau kecil. Banyak peninggalan sejarah dan kepurbakalaan yang terdapat di sini, misalnya : makam raja-raja Wajo, bekas gudang amunisi kerajaan (geddong), masjid kuno yang dibangun tahun 1621, dan makam yang bernisan meriam. Disini juga terdapat sumur bung parani, tempat prajurit-prajurit tempo dulu dimandikan sebelum terjun ke medan perang.
Banyak wisatawan yang sudah berkunjung ke sini. Motivasi mereka braneka ragam. Di antara mereka, ada yang datang hanya untuk melakukan ziarah. Sebagain yang lain datang untuk melepas hajat atau nazar, dan ada juga yang mengadakan pengkajian sejarah.
:: GUA NIPPON ::

Gua Nippon terdapat di pegunungan sebelah Timur Kota Sengkang. Lokasinya tak jauh dari Masjid Raya Sengkang. Pengunjung dapat berjalan kaki menuju lokasi ini, terutama mereka yang senang dengan petualangan.
Gua Nippon berupa terowongan yang dibuat oleh tentara Jepang sebagai tempat persembunyian dan pertahanan pada Perang Dunia ke-2. Jumlahnya tak kurang dari 10 buah, namun saat ini sebagian di antaranya sudah tertutup tanah secara alami.
Di dalam gua itu terdapat ruangan yang sangat luas. Masyarakat setempat meyakini bahwa gua itu sebagai temapt penyimpanan harta karun yang ditinggalkan serdadu Jepang, dan pada masa perang dijadikan sebagai basis pertahanan Asia Selatan.
Mulut gua rata-rata mempunyai garis tengah sekitar 1 meter. Bila pengunjung mau masuk ke dalam gua, mereka harus membungkuk atau merangkak. Ada gua yang jalan masuknya berbeda dengan jalan untuk menuju ke luar. Sebagian diantaranya, jalan masuk dan keluar ke gua tersebut hanya merupakan satu jalur.

Sutera Sengkang

Produksi sarung sutera yang dalam bahasa Bugis-Makassarnya lipa sabbe, dipasok dari empat daerah masing-masing Majene, Polewali, Wajo dan Soppeng. Namun yang lebih terkenal baik dalam skala lokal maupun nasional, bahkan mancanegara adalah sarung sutera dari Kabupaten Wajo. Pasalnya, baik corak maupun kualitasnya memiliki keunggulan yang lebih dibanding produksi daerah lainnya.

Masyarakat Wajo yang terletak di pesisir Teluk Bone, telah mengembangkan tenun sutera secara turun-temurun. Tak mengherankan bila sutera menjadi slogan dan motivasi bagi masyarakat Wajo, yang berarti sejahtera, ulet, tenteram, ramah dan aman. Puncak kejayaan produksi sutera daerah ini dimulai sejak tahun 1970 hingga 1983.

Awalnya, tradisi tenun tersebut dikembangkan secara manual dan tradisional, namun kini sudah ada beberapa perajin sutera yang meninggalkan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM), karena alasan mengejar produksi. Dari 14 kecamatan di Kabupaten Wajo, 10 kecamatan di antaranya seperti Kecamatan Tempe, Tanasitolo, Majauleng, Sabbangparu, Pammana, dan Sajoanging, sebagian besar masyarakatnya menggantungkan hidup dari hasil usaha persuteraan.

Pasar Ekspor
Sutera tidak hanya dijual di daerah Sulawesi, tetapi juga banyak diminati kalangan industri tekstil dari Pulau Jawa dan Sumatra. Sedang pasar mancanegara yang dilayani selama ini melalui perantaraan Pemkab. Wajo, di antaranya Cina, Hong Kong, Malaysia, Taiwan dan Korea.
Satu unit usaha pertenunan kecil dan dan menengah di Kabupaten Wajo, mempekerjakan antara dua hingga 10 tenaga kerja tetap. Masing-masing pekerja biasanya mendapat upah antara Rp 2.000 – Rp 4.000/meter atau per lembar sarung.

Usaha sutera tidak bisa terlepas dari kehidupan masyarakat Wajo, namun kendala yang dihadapi saat ini adalah kurangnya produksi benang sutera lokal, sehingga mereka terpaksa membeli benang impor dari Hong Kong dan Taiwan yang harganya dua kali lipat dari benang lokal.

“Kalau benang sutera lokal seharga Rp 150.000 - Rp 200.000 per kilo, maka benang impor bisa sampai Rp 300.000. Bahkan kalau barang benar-benar sedang langka, harganya mencapai Rp 400.000 per kilo.

Proses Pembuatan
Proses pembuatan kain sutera alam sendiri, umumnya memakan waktu selama sebulan, mulai dari pemintalan benang sampai menjadi sarung atau produk tenun lainnya. Benang dari ulat sutera setelah dipintal, direndam dalam air mendidih selama 15 menit hingga warnanya putih bersih. Hal itu dimaksudkan agar bulu-bulu benang menjadi rapat, menghilangkan kotoran benang sekaligus membuka serat benang.

Selanjutnya, benang itu dicelupkan ke cairan pewarna, sesuai warna yang diinginkan. Terkadang proses pencelupan harus dilakukan berulang-ulang dan mencampur-campur beberapa warna untuk mendapatkan hasil pewarnaan yang baik. Lalu benang yang sudah diwarnai itu, diangin-anginkan dan tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung.
Proses tersebut tidak berhenti sampai di situ, karena masih ada proses lanjutan yakni memberi kanji agar benang menjadi licin dan tidak berbulu saat ditenun. Belum lagi harus memasukkan helai-helai benang pada alat serupa sisir. Pengaturan ini biasanya harus dilakukan sedemikian rupa sesuai corak dan warna kain yang diinginkan. Setelah itu proses menenun yang sebenar-benarnya barulah dimulai.

Hasil tenun berupa sutera polos, biasanya dijual seharga Rp 45.000 hingga Rp 75.000 per meter. Sedangkan untuk yang bermotif, harganya lebih mahal. Untuk setelan, seperti setelan sarung, selendang dan baju, harganya mulai dari Rp 400.000 hingga jutaan. Sedang harga setelan jas, tentu lebih mahal lagi, karena biasanya benang untuk jas digandakan hingga empat kali.

Selembar sarung sutera bisa memberikan keuntungan bersih antara Rp 20.000 hingga ratusan ribu rupiah. Dengan rata-rata proses penenunan yang dilakukan per orang selama tiga hari untuk menghasilkan selembar sarung sutera, maka dalam sebulan bisa menghasilkan sepuluh lembar sarung khas daerah ini.

Dibanding dengan kain lainnya, kain sutera asli memiliki keunggulan tersendiri, karena bisa bertahan sampai puluhan tahun. Maka tidak salah, jika sarung sutera sering dijadikan cenderamata khas, khususnya bagi pejabat-pejabat di Sulsel saat menerima tamu penting baik dari dalam maupun luar negeri.

Terkoyaknya Sutera Wajo

Liputan : Sudrajat dan Sugeng Riyadi

indosiar.com, Wajo, Sulsel - Wajo, di Sulawesi Selatan, sejak lama dikenal sebagai penghasil sutera ternama. Tepatnya bermula sejak tahun '60-an. Sutera, bagi Wajo, tidak hanya sekedar slogan dan motto, yang berarti sejahtera, ulet, tenteram, ramah dan aman.

Sutera, telah membawa Wajo sebagai andalan pariwisata, yang menduduki posisi ketiga di Sulawesi Selatan, setelah Makassar dan Tana Toraja. Namun sayangnya, kini sutera di Wajo seolah telah mencapai titik jenuh.

Simak saja perkembangannya sejak tahun 1998 lalu. Dari 5.166 pengrajin sutera pada tahun 1998, yang terdapat di sepuluh kecamatan, tidak banyak mengalami perkembangan, dalam jumlah. Pada tahun 2002 lalu, jumlah pengrajin hanya bertambah menjadi 5.1208 pengrajin. Sebagian besar diantaranya, hanya melakukan usahanya, sekedar memenuhi kebutuhan hidup. Tidak lebih dari itu.

Terlalu banyak persoalan yang menjadi beban para pengrajin, mulai dari tempat usaha, alat tenun, penyediaan bahan baku, pemasaran, kualitas hasil produksi, sampai ke persoalan konflik antar pengrajin sutera sendiri.

Dulunya sutera bisa berjaya di Kabupaten Wajo, karena tempat ini selain terdapat tanaman murbai sebagai modal utama sutera, pembibitan sutera serta alat tenun bukan mesin. Sekarang kesemua pendukung ini hanya tinggal kenangan. Semua bahan seperti itu kini, didatangkan dari luar Sulawesi, bahkan untuk benang sutera, banyak diantara pengrajin yang membeli benang sutra dari luar negeri.

Satu hal yang cukup mencolok, yang membuat para pengrajin sutra Wajo semakin terpuruk adalah sulitnya mempertahankan kualitas sutera, dengan harga yang sepadan.

Kondisi ini semakin diperburuk, dengan tidak adanya lembaga khusus seperti koperasi yang bisa menampung hasil produksi serta penentuan harga jual. Akhirnya para pengrajin banyak yang menetapkan harga sendiri sendiri. Tidak ada kekompakan diantara sesama pengrajin. Masing-masing pengrajin ingin menguasai sendiri sendiri pembeli dari Jawa, yang akhirnya muncul persaingan tidak sehat diantara pengrajin.

Bimbingan dari pemerintah dengan cara mendatangkan pengrajin dari jawa sudah dilakukan pemerintah Wajo, namun hasilnya tetap tidak maksimal.

Satu yang kini diupayakan pemerintah daerah adalah mengupayakan masuknya investor, agar geliat sutera Wajo, kembali hidup.

Tidak ada kata lain, buat pemerintah daerah dan pengrajin sutera di Wajo, bila ingin mengembalikan kejayaan suteranya, selain menyamakan niat dan bekerja keras. Langkah harus satu. tak ada lagi persaingan sesama pengrajin. Inilah saatnya untuk kembali memuluskan sutera Wajo, yang seakan telah koyak, tak semulus sutera buatannya.(Idh)

Statistik Kecamatan Kusan Hilir

Kerajaan Pagatan di Pagatan dibangun oleh orang-orang Bugis Wajo dari Sulawesi Selatan, diawali dengan terjadinya perang saudara di Sulawesi pada sekitar tahun 1670, yaitu ketika Arung Palaka, raja Bone menyerbu Wajo atas alasan balas dendam ketika ia berperang dengan Gowa (ketika itu Raja Wajo ikut membantu Kerajaan Gowa yang masih ayah dan anak saat terjadi konplik dengan Kerajaan Bone). Waktu itu Raja Bone Arung Palaka lari ke Buton kemudian ke Batavia minta bantuan Belanda.

Adanya dukungan Belanda di pihak Raja Bone sudah berhasil mengalahkan Kerajaan Wajo, hingga akhirnya orang Bugis Wajo mengungsi terpencar ke berbagai daerah. Ada yang ke Makassar kemudian membangun Kampung Wajo di sana. Ada yang ke Sumbawa, Bima, Pasir, Banjarmasin, Kutai dan Donggala, di setiap tempat yang ditinggali atau didiami orang-orang Bugis Wajo selalu mengangkat seorang pemimpin yang bergelar “MACOA” atau “MATOA”.

Di dalam satu tulisan karangan Dr. Eisenberger ada disebutkan, “ In 1750 Pagatan Word Gesticht Door Boeginezen”. Artinya pada tahun1750 Pagatan dibangun oleh orang Bugis. Menurut C. Nagtegaal, De voormalige Zelfbesture Noe En Gouvernements Landschappen In Zuid-Oost Borneo (Utrecht : N. V. A. Oosthoek’s Uitgevers-Maatschappij, 1939) dan Lontara Kapitan La Mattone (seorang Manteri Kerajaan Pagatan dan Kusan yang ditulis tanggal 21 Agustus 1868). “ Pedagang Bugis dari Wajo Sulawesi Selatan datang/tiba di Pagatan pada pertengahan abad ke 18 yang dipimpin oleh Puanna Dekke”.

Menurut catatan Lontara, Puanna Dekke berlayar dari Sulawesi Selatan menuju Pasir mencari pemukiman. Setiba di Pasir Puanna Dekke merasa kurang berkenan, maka perjalanan diteruskan dengan menyusuri daerah Tanah Bumbu hingga akhirnya menjumpai sebuah muara sungai dan selanjutnya Puanna Dekke menyusuri alur sungai menyelidiki dengan teliti hingga bertemu beberapa orang masyarakat Banjar yang bekerja membersihkan rotan. Puanna Dekke menanyakan tentang nama daerah tersebut dan termasuk dalam wilayah kerajaan mana? Orang itu menjawab bahwa nama daerah ini adalah “ Pamagatan” (maksudnya tempat pembersihan dan pemotongan rotan) dan termasuk dalam wilayah Kerajaan Banjar. Ketertarikan Puanna Dekke akan daerah ini membawa Puanna Dekke ke Ibukota Kerajaan Banjar, dipimpin Sultan Kuning bergelar Panembahan Batu yang tidak lain adalah Nataalam atau Panembahan Kaharuddin Halilullah. Ia menyampaikan maksud mohon izin menempati dan bermukim di daerah tersebut. Panembahan menanggapi, “Baiklah, kalau anda sanggup mengeluarkan biaya, karena daerah tersebut adalah hutan belantara dan pangkalan tempat persinggahan orang-orang jahat atau Bajak Laut (lanun). Puanna Dekke kembali bertanya, “Bagaimana nanti sekiranya kami telah mengeluarkan biaya?”, Panembahan menjawab, “Kalau anda telah mengeluarkan biaya sampai daerah tersebut menjadi kampung, maka anda wariskan kepada anak cucu anda, dan tidak ada yang dapat mengganggu-gugatnya, karena anda telah mengeluarkan biaya”. Kemudian dilakukan serah terima secara lisan antara Panembahan Batu dengan Puanna Dekke.

Sekembalinya Puanna Dekke, diperintahkannya menebas dan menebang hutan belantara untuk dijadikan perkampungan yang diberi nama “Pegattang” belakangan berubah menjadi Pagatan. Kemudian datang saudaranya dari Pontianak bernama Pua Janggo, Kakeknya Pua Ado La Pagala menggabungkan diri. Kedua bersaudara berunding dan sepakat untuk menjemput cucunya di Tanah Bugis.

Pua Janggo Bertolak ke Tanah Bugis menjemput cucunya bernama La Pangewa turunan anak Raja di Tanah Bugis (Daerah Kampiri/Wajo) untuk dibawa ke Pagatan. Setelah dikhitan dan dikawinkan, La Pangewa dinobatkan menjadi Raja Pagatan (Raja Pagatan I).

Ketika Pangeran Muhammad Aminullah Ratu Anum Bin Sultan Kuning atau lebih dikenal dengan nama Pangeran Anom memblokade (mengganggu arus lalu lintas) Muara Banjarmasin, menghalang-halangi dan menahan perahu-perahu pedagang yang masuk ke Banjarmasin. Berita itu didengar oleh Puanna Dekke yang segera memerintahkan cucunya La Pangewa menemui Panembahan di Banjarmasin. Setiba di Banjarmasin, La Pangewa diberi tugas untuk menggempur Pangeran Anom hingga Pangeran Anom beserta pengikutnya mengundurkan diri ke Kuala Biyajo (Kuala Kapuas). Sedangkan La Pangewa masuk kembali ke Banjarmasin menemui Panembahan dan melaporkan hasil tugasnya. Atas keberhasilan La Pangewa diberi Gelar Kapiten Laut Pulo (Pulau Laut) oleh Panembahan.

Tiba waktunya La Pangewa bermohon diri pulang ke Pagatan. Panembahan bertanya, “Apakah ada (perlengkapan atau persediaan) Anda yang kurang Kapiten?”

Kapiten menjawab tegas :”Kami tidak ada kekurangan sesuatu apapun !”

Berkata Panembahan, ”Sekarang ini menyatakan lagi (kutegaskan lagi) kepada anda Kapiten, Adapun Pagatan Daerah yang sudah kuserhakan pada kakek anda, dan pada waktu sekarang ini anda lagi yang memiliki Pagatan, maka milikilah untuk diwariskan kepada anak cucu anda tiada ada yang mengganggu gugat anak cucu anda tinggal di Tanah Pagatan.”
Demikian Tanah Pagatan kokoh tidak tergugat ditempati turunan Raja-Raja Pagatan dan rakyatnya sampai masa sekarang ini .


1. Nama-nama Raja Yang Pernah Berkuasa di Pagatan

- La Pangewa (Hasan) Kapiten Laut Pulau beristrikan I Walena ( Petta Coa )

- La Palebi (Abdurrahman) 1830-1838

- La Mattunru

- La Mattunru (Abdul Karim) Beristrikan Petta Pele-engngi Bintana tahun 1855-1863

- La Makkarau tahun 1863-1871

- Abdul Jabar tahun 1871-1875

- Ratu Senggeng (Daeng Mangkau) Menikah dengan Aji Semarang (Pangeran Muda Arif Billah) Raja Cantung turunan dari Raja Sampanahan (Tanah Bumbu) tahun 1875-1883

- H. Andi Tangkung (Petta Ratu) dengan Daeng Mahmud (Pangeran Mangkubumi) tahun 1883-1893

- Andi Sallo (Arung Abdul Rahim) 1893-1908



2. Masa Pemerintahan Kerajaan di Pagatan

Sistem Pemerintahan Kerajaan di Pagatan dihapuskan pada tanggal 1 Juli 1912 dengan Staatblads 1912 No. 312 oleh Pemerintahan Kolonial Belanda, hal ini merupakan sebuah rangkain peristiwa yang diawali pada masa pemerintahan Sultan Adam di Kerajaan Banjar.

Pada tanggal 11 Juni 1860 Komisaris Pemerintahan Belanda yang membawahi Kerajaan Banjar. T.N. Nieuwenhiuzen. Memproklamasikan penghapusan Kerajaan Banjar, penghapusan Kerajaan Banjar menimbulkan gejolak perlawanan diberbagai kalangan masyarakat, baik dari kalangan Bangsawan maupun yang dipimpin oleh para Pemimpin Agama. Hal ini berlangsung hingga tahun 1905.

Dengan timbulnya gejolak lapisan masyarakat di kerajaan Banjar inilah yang memungkinkan beberapa Kerajaan kecil yang secara Formal Politis berada dibawah Yuridikasi Kerajaan Banjar masih tegak berdiri hingga pergantian abad XIX ke XX, dan staatblads 1903 No. 179 yang diberitahukan pada tanggal 1 Januari 1905, Kerajaan- Kerajaan kecil di wilayah Tanah Bumbu kecuali Kerajaan Pagatan. Kusan dan Pasir telah di hapuskan dan langsung masuk wilayah Pemerintahan Belanda, adapun mengenai Kerajaan Pagatan dan Kusan barulah dihapuskan sejak tanggal 1 Juli 1912 dengan Staatblads No. 312.01.



3. Bukti Peninggalan Sejarah Kerajaan di Pagatan

- Makam para raja-raja di Desa Pasar Lama Kelurahan, Kota Pagatan, Kecamatan Kusan Hilir, Kabupaten Tanah Bumbu.

- Sisa Bangunan Istana Raja (Soraja) di Kota Pagatan, Kecamatan Kusan Hilir, Ka-bupaten Tanah Bumbu.

- Beberapa buah stempel Kerajaan Pagatan (tersimpan di Museum Lambung Mangkurat, Banjarbaru).

- Catatan sejarah berdirinya Kerajaan Pagatan (Lontara) oleh Kapiten La Mattone (Menteri Kerajaan Pagatan dan Kusan) di terjemahkan oleh Andi Usman dibantu M. Jabir Akil, dari bahasa Bugis ke-bahasa Indonesia

Sejarah Awal Bangsa Bugis


Sejarah awal Bugis
Dari Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas.
Lompat ke: pandu arah, gelintar

Tidak seperti bahagian Asia Tenggara yang lain, Bugis tidak banyak menerima pengaruh India di dalam kebudayaan mereka. Satu-satunya pengaruh India yang jelas ialah tulisan Lontara yang berdasarkan skrip Brahmi, dimana ia dibawa melalui perdagangan. Kekurangan pengaruh India, tidak seperti di Jawa dan Sumatra, mungkin disebabkan oleh komuniti awal ketika itu kuat menentang asimilasi budaya luar.
Isi kandungan

Perubahan Dari Zaman Logam
Kerajaan-kerajaan awal Bugis mengikut teks La Galigo

Permulaan sejarah Bugis lebih kepada mitos dari sejarah lojik. Di dalam teks La Galigo, populasi awal adalah terhad dan terletak di persisiran pantai dan tebing sungai dan penempatan ini dihubungi dengan pengangkutan air. Penempatan di tanah tinggi pula didiami oleh orang Toraja. Penempatan-penempatan ini bergantung kepada salah satu daripada tiga pemerintahan iaitu Wewang Nriwuk, Luwu' dan Tompoktikka. Walaubagaimanapun, pada abad ke 15, terdapat kemungkinan penempatan awal tersebar di seluruh Tana Ugi, malahan jauh ketengah hutan dimana tidak dapat dihubungi melalui pengangkutan air. Mengikut mitos, terdapat migrasi yang ingin mencari tanah baru untuk didiami. Implikasi penempatan ditengah-tengah hutan ini ialah perubahan fizikal hutan, dimana hutan-hutan ditebang dan proses diteruskan sehingga abad ke20.

Teknik Dan Perbezaan Ekonomi

Penebangan hutan ini mungkin seiring dengan pembuatan besi untuk membuat alat-alat tertentu seperti kapak. Malahan, pemerintah pertama (mengikut sejarah) kerajaan Bone memakai gelaran 'Panre Bessi' atau 'Tukang Besi'. Selain itu, terdapat juga hubungan yang cukup rapat diantara pemerintah Sidenreng dengan penduduk kampung Massepe, tempat penumpuan pembuatan alatan besi oleh orang Bugis dan tempat suci dimana 'Panre Baka' ('Tukang Besi Pertama') turun dari Syurga/Langit. Walaubgaimanapun, sesetengah mengatakan 'Panre Baka' berasal dari Toraja.

Satu lagi inovasi yang diperkenalkan ialah penggunaan kuda. Walaupun tidak disebut di dalam teks La Galigo, menurut sumber Portugis, pada abad ke16, terdapat banyak penggunaan kuda di kawasan gunung. Maka, inovasi ini mungkin diperkenalkan antara abad ke 13 dan abad ke 16. Maksud kuda di dalam Bahasa Bugis , ialah 'anyarang' (Makassar: jarang), cukup berbeza dengan Bahasa Melayu, malahan ia diambil dari Jawa ( 'jaran' ). Perkataan ini mungkin digunakan pada abad ke14, ketika Jawa diperintah oleh Majapahit.

Pertambahan penduduk memberi kesan kepada teknik penanaman padi. Teknik potong dan bakar digantikan dengan teknik penanaman padi sawah. Penanaman padi sawah terang-terangan diimport kerana penyuburan sawah (plough) di dalam Bahasa Bugis ialah 'rakalla' berasal dari perkataan 'langala' yang digunakan hampir seluruh Asia Tenggara, contohnya Cam, 'langal', Khmer, angal dan Bahasa Melayu, tengala. Teknik 'rakalla' ini digunakan di India dan sebahagian Asia Tenggara, manakala sebahagian lagi daripada Asia Tenggara diambil dari China. Ini sekaligus membuktikan wujudnya perhubungan diantara Sulawesi Selatan dengan bahagian barat Asia Tenggara selain Jawa.

Perubahan di dalam bidang ekonomi berhubung kait dengan pertambahan penduduk di tangah-tengah benua. Pada mulanya, sumber ekonomi majoriti populasi Bugis ialah penanaman padi manakala golongan elit mengawal sumber-sumber asli dari hutan, perlombongan dan sumber-sumber dari laut. Sumber-sumber asli ini mendapat permintaan dari luar Sulawesi dan ini membolehkan golongan elit memperdagangkan sumber-sumber ini dan membolehkan mereka membeli barang-barang mewah dari luar seperti seramik China, Sutera India, cermin etc. Walaubagaimanapun, pengawalan pertanian oleh golongan elit masih memainkan peranan penting ketika itu.
[sunting] Perubahan Sosio-Politik

Implikasi terakhir dari penyebaran etnik Bugis keseluruh Sulawesi Selatan ialah perubahan didalam politik. Kerajaan-kerajaan lama Bugis iaitu Luwu', Sidenreng, Soppeng dan Cina (kemudiannya menjadi Pammana) masih berkuasa tetapi mungkin terdapat pembaharuan didalam pentadbiran ataupun pertukaran dinasti. Kuasa-kuasa kecil muncul di penempatan-penempatan baru ( 'wanua' ) dan diperintah oleh seorang ketua digelar 'matoa' atau 'arung'. Sesetengah penempatan awal ini (tidak disebut didalam La Galigo) seperti Bone, Wajo dan Goa kemudiannya menjadi kerajaan-kerajaan utama.

Walaubagaimnapun, sesetengah kerajaan yang disebut di dalam teks La Galigo seperti Wewang Nriwu' dan Tompoktikka 'hilang' di dalam rekod sejarah, dan ini menyebabkan sesetengah sejarahwan percaya bahawa kerajaan-kerajaan ini tidak wujud sama sekali.

Kontranya, terdapat perubahan didalam sosio-politik yang nyata di permulaan teks sejarah iaitu wujudnya satu perhubungan kontrak di antara pemerintah dan pa'banua (rakyat negeri tersebut yang merupakan orang kebanyakkan.) Di dalam masyarakat awal, keselamatan dan sumber pendapatan penduduk (seperti mendirikan rumah, memberi kerja dan membekalkan keperluan tertentu) merupakan tanggungjawab pemerintah. Situasi ini berbeza sekali seperti di dalam teks La Galigo di mana pemerintah tidak perlu membekalkan apa-apa kepada penduduk.
[sunting] Perubahan Agama

Kesinambungan dari zaman logam diteruskan di dalam bidang keagamaan. Bissu (bomoh) kekal menjadi elemen penting di dalam hal-hal keagamaan sebelum kedatangan Islam. Perubahan di dalam bidang keagamaan ialah pembakaran mayat dan debu bagi orang-orang terpenting di simpan di dalam tempat penyimpanan debu (bersaiz seperti labu) manakala tempat pembakaran mayat disebut Patunuang. Walaubagaimanapun, pembakaran mayat terhad kepada tempat-tempat tertentu. Menurut sumber Portugis, Makassar mengekalkan teknik penanaman mayat dan Toraja pula membiarkan mayat reput di gua-gua.

Pemerintah-pemerintah awal pula tidak ditanam mahupun dibakar dan mereka dikatakan 'hilang', bermaksud kembali ke syurga. Menurut sumber, mayat-mayat pemerintah awal dibiarkan bersandar di pokok reput sehingga tinggal tulang. Mayat bayi pula di tenggelamkan di sungai ataupun laut.
[sunting] Kerajaan-Kerajaan Awal Bugis

Di akhir abad ke 15, Luwu', yang dianggap sebagai ketua bagi komuniti Bugis, mendominasi kebanyakkan kawasan di Tana Ugi termasuklah tebing Tasik Besar, sepanjang sungai Welennae, tanah pertanian di sebelah timur, sepanjang persisiran pantai yang menghadap Teluk Bone, Semenanjung Bira, Pulau Selayar dan Tanjung Bataeng. Walaubagaimanapun, kerajaan ini mula menghadapi tentangan dari kerajaan-kerajaan lain di sekitarnya.
[sunting] Situasi Politik Di Akhir Abad ke 15

Pada awal abad ke 15, Luwu' menguasai Sungai Cenrana yang menghubungi Tasik Besar. Penempatan Luwu' pula terletak di muara sungai Cenrana, manakala di hulu sungai pula terdapat beberapa kerajaan kecil. Luwu' cuba mengekalkan pengaruhnya di bahagian barat, di jalan perhubungan antara Selat Makassar dan Sungai Cenrana melalui Tasik Besar, untuk mengawal perdagangan sumber-sumber asli di sebelah barat, mineral dari pergunungan Toraja dan sumber pertanian sepanjang Sungai Welennae. Walaubagaimanapun, Sidenreng, terletak di bahagian barat Tasik Besar telah memilih untuk berlindung di bawah Soppeng. Pada masa yang sama, Sawitto', Alitta, Suppa', Bacukiki' dan Rappang, juga terletak di sebelah barat telah membentuk satu konfederasi dinamakan ' Aja'tappareng ' (tanah disebelah barat tasik) sekaligus menyebabkan Luwuk hilang pengaruh di atas kawasan ini.

Malahan, sesetengah penempatan-penempatan Bugis mula enggan berada dibawah pemerintahan Luwu'. Di hulu Sungai Cenrana pula, kerajaan Wajo' sedang membangun dan mula menyebarkan pengaruhnya untuk mengawal kawasan sekelilingnya. Manakala pemerintah-pemerintah di kawasan sekeliling Wajo' pula di gelar 'Arung Matoa' bermaksud Ketua Pemerintah. Sekitar 1490, salah seorang dari pemerintah ini membuat perjanjian dengan Wajo', dan sekaligus meletakkan Luwu' dibawah pengaruh Wajo'. Pada tahun 1498 pula, penduduk Wajo' melantik Arung Matoa Puang ri Ma'galatung, seorang pemerintah yang disegani oleh orang Bugis, dan berjaya menjadikan Wajo' sebagai salah satu kerajaan utama Bugis.

Di sebelah selatan pula, Bone, di bawah pemerintahan Raja Kerrampelua, sedang meluaskan sempadannya di kawasan pertanian sekaligus membantu ekonomi Bone, menambah kuasa buruh dan kuasa tentera.

Penempatan Bugis yang disebut di dalam La Galigo kini terletak di bawah pengaruh kerajaan-kerajaan yang membangun. Soppeng pula terperangkap di antara Sidenreng, Wajo' dan Bone manakala penempatan di tanah tinggi cuba keluar dari pengaruh Luwu' dan pada masa yang sama ingin mengelakkan pengaruh kerajaan-kerajaan yang sedang membangun.
[sunting] Kejatuhan Luwuk

Tempoh antara 1500 dan 1530 menyaksikan kerajaan Luwu' mula merosot. Ketika itu, Luwu' diperintah oleh Dewaraja, seorang pahlawan yang hebat. Didalam pertemuan diantara Dewaraja dan Arung Matoa Puang ri Ma'galatung pada tahun 1508, Dewaraja bersetuju untuk menyerahkan kawasan-kawasan di sepanjang Sungai Cenrana kepada Wajo' sebagai pertukaran Wajo' hendaklah membantu Luwu' menguasai Sidenreng dimana Sidenreng berjaya dikuasai oleh Luwuk dan Sidenrang terpaksa menyerahkan kepada Wajo' kawasan timur laut dan utara Tasik Besar.

Pada tahun 1509, Luwu' menyerang Bone untuk menyekat kuasa Bone tetapi ketika itu, Bone sudah pun menjadi sebuah kerajaan yang kuat dan tentera Luwuk mengalami kekalahan. Malahan Dewaraja, walaupun berjaya melarikan diri, hampir dibunuh jika tidak kerana amaran pemerintah Bone kepada tenteranya untuk tidak 'menyentuh' ketua musuh Bone. Walaubagaimanapun, Payung Merah milik Luwu' yang menjadi simbol ketuanan tertinggi berjaya dimiliki Bone sekaligus mengakhiri ketuanan Luwu' di negeri-negeri Bugis. Walaubagaimanapun, ketuanan Luwu' masih disanjung tinggi dan dihormati oleh kerajaan-kerajaan lain di Sulawesi Selatan. Bila penggantinya Dewaraja mangkat, Wajo' menyerang Luwu' dan meluaskan pengaruhnya di daerah-daerah Luwu'. Ini membolehkan Wajo' menguasai beberapa kawasan-kawasan yang strategik.
[sunting] Kemunculan Makassar

Pada masa yang sama, berlakunya peristiwa-peristiwa penting di sebelah barat dan selatan Sulawesi Selatan. Siang ketika itu masih lagi menjadi kuasa utama di persisiran barat Makassar dan Bantaeng (ketika itu dibawah penagruh Luwu') di sebelah selatan manakala terdapat dua penempatan Makassar iaitu Goa dan Tallo' yang mula membangun dan meluaskan pengaruh mereka.

Mengikut sumber yang diragui kesahihannya, Goa dan Tallo' pada mulanya adalah satu negeri. Pada sekitar abad ke 15, Raja Tunatangka'lopi membahagikan kawasan itu kepada dua orang puteranya menjadi Goa dan Tallo'. Terdapat juga kisah yang lain di mana dibawah Raja Daeng Matanre' (1510-1547), suatu pejanjian telah dibuat. Mengikut perjanjian tersebut, Goa dan Tallo' akan menjadi kerajaan kembar, di mana terdapat dua pemerintah tetapi satu kerakyatan. Sesiapa yang cuba menentang perjanjian ini akan dihukum oleh Tuhan. Peristiwa ini mengikut Bulbeck('History Archeology':117) berlaku selepas 1535. Peta Sulawesi yang dilukis Portugis pertama kali pada tahun 1534 tidak menyentuh tentang Goa, dan hanya memeta 'Siom"(Siang), 'Tello'(Tallo') dan 'Agacim'(Garassi'). Mengikut penulisan Antonio de Paiva, Goa, (di mana didalam penulisannya merujuk kepada Bandar Besar) yang kemudiannya muncul di peta Portugis, sebelumnya dianggap di bawah pengaruh Siang. Sebaliknya kerajaan Tallo' yang dibawah pengaruh Siang dan kemudiannya dibawah pengaruh Goa. Goa kemudiannya menguasai Garassi', sebuah pelabuhan yang menghubungkan Jawa, sekaligus membolehkan Goa mengawal perdagangan laut.

Permualaan sejarah Goa dan Tallo' berlaku di akhir abad ke 15, tetapi laporan mengenai peristiwa-peristiwa yang berlaku di kedua-dua kawasan itu masih tidak jelas. Polisi perluasan kuasa mungkin bermula ketika zaman pemerintahan Raja Daeng Matenre, Goa, dan berterusan selama dua abad selepasnya. Antara daerah-daerah yang dikuasainya ialah Bajeng, sekutu-sekutu Tallo', kawasan-kawasan di bawah pengaruh Bantaeng dan Gantarang.

Kejayaan kerajaan kembar ini, lebih dikenali dikalangan pedagang asing sebagai sebuah 'negara' digelar Makassar. Ia boleh dikatakan satu gabungan yang bijak di mana pemerintah Goa meneruskan penguasaan wilayah manakala pemerintah Tallo', yang mendapati potensi Makassar sebagai pelabuhan yang berjaya, menumpukan bahagian perdagangan. Ini kemudiannya menjadikan Makassar salah satu kuasa yang kuat di Sulawesi Selatan.

Kemangkatan Dewaraja, pemerintah Luwuk, menyebabkan berlakunya perbalahan dinasti. Daeng Mantare membantu Bone menawan Luwuk di mana ketika itu pemerintahan Luwuk dituntut oleh Sanggaria. Pada sekitar tahun 1535, Sanggaria kemudiannya mendapatkan perlindungan di Wajo'. Kesempatan ini direbut oleh Bone dan Goa di mana Luwuk kemudiannya terpaksa menandatangani perjanjian mengakui kekalahannya dan akan menyertai Goa, Bone dan Soppeng menentang Wajo' atas tindakan Wajo' yang bersifat neutral ketika peperangan berlaku. Ini menyebabkan Wajo' terpaksa menukar ikrar setia dari Luwuk kepada Goa. Sanggaria kemudiannya dibenarkan menjadi raja Luwuk tanpa kuasa.

KABUPATEN WAJO


Kabupaten Wajo adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Sengkang. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.056,19 km² dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 400.000 jiwa.
[sunting] Sejarah

Wajo berarti bayangan atau bayang bayang (wajo-wajo).Kata Wajo dipergunakan sebagai identitas masyarakat baru 605 tahun yang lalu yang merdeka dan berdaulat dari kerajaan-kerajaan besar pada saat itu. Bupati Wajo: Drs.Andi Burhanuddin Undru,MM

Di bawah bayang-bayang (wajo-wajo=bugis)pohon bajo diadakan kontrak sosial antara rakyat dan pemimpin adat dan bersepakat membentuk kerajaan wajo Perjanjian itu diadakan di sebuah tempat yang bernama Tosora yang kemudian menjadi ibu kota kerajaan Wajo.

Ada versi lain tentang terbentuknya Wajo yaitu kisah We Tadampali seorang putri dari kerajaan Luwu yang diasingkan karena menderita penyakit kusta. beliau dihanyutkan hingga masuk daerah tosora. Daerah itu kemudian disebut majauleng berasal dari kata maja (jelek/sakit) oli'(kulit. Konon kabarnya beliau dijilati kerbau belang di tempat yang kemudian dikenal sebagai sakkoli (sakke'=pulih ; oli = kulit) sehingga beliau sembuh.

Saat beliau sembuh, beserta pengikutnya yang setia ia membangun masyarakat baru. Sehingga suatu saat datang seorang pangeran dari bone (ada juga yang mengatakan soppeng) yang beristirahat didekat perkampungan we tadampali. Singkat kata mereka kemudian menikah dan menurunkan raja-raja wajo Wajo adalah sebuah kerajaan yang tidak mengenal sistem to manurung sebagai mana kerajaan kerajaan di sulawesi selatan umumnya. Tipe kerajaan wajo bukanlah feodal murni tapi kerajaan elektif atau demokrasi terbatas.

Dalam sejarah perkembangan kerajaan wajo, wajo mengalami masa keemasan pada zaman La tadampare puang rimaggalatung Arung Matowa Wajo ke-6 pada abad 15. Islam diterima sebagai agama resmi pada tahun 1610 saat Arung Matowa Lasangkuru Patau Mula Jaji Sultan Abdurrahman memerintah. Hal itu terjadi setelah Gowa, Luwu dan Soppeng terlebih dahulu memeluk Islam.

Pada abad 16 dan 17 terjadi persaingan antara kerajaan makasar (Gowa tallo) dengan kerajaan bugis (Bone, Wajo dan Soppeng) membentuk aliansi tellumpoccoe untuk membendung ekspansi gowa Aliansi ini kemudian pecah saat Wajo berpihak ke Gowa dengan alasan Bone dan Soppeng berpihak ke belanda. Saat gowa dikalahkan oleh armada gabungan bone, soppeng, voc dan buton, Arung matowa wajo pada saat itu La Tenri Lai To Sengngeng tidak ingin menandatangani perjanjian Bungayya.

Akibatnya pertempuran dilanjutkan dengan drama pengepungan wajo, tepatnya benteng tosora selama 3 bulan oleh armada gabungan bone dibawah pimpinan Arung Palakka.

Setelah wajo ditaklukkan, tibalah wajo pada titik nadirnya. Banyak orang wajo yang merantau meninggalkan tanah kelahirannya karena tidak sudi dijajah.

Hingga saat datangnya La Maddukkelleng Arung Matowa Wajo, Arung Peneki, Arung Sengkang, Sultan Pasir beliau memerdekakan wajo. Sehingga beliau mendapat gelar (Petta Pamaradekangngi Wajo) tuan yang memerdekaakan wajo.

Arung Matowa Wajo masih kontroversi, versi pertama pemegang jabatan arung matowa adalah Andi Mangkona Datu Soppeng sebagai arung matowa wajo ke-45 setelah beliau terjadi kelowongan hingga wajo melebur ke Republik versi kedua hampir sama dengan pertama, tapi Ranreng Bettempola sebagai legislatif mengambil alih jabatan arung matowa (jabatan eksekutif) hingga melebur ke republik versi ketiga setelah lowongnya jabatan arung matowa, maka Ranreng Tuwa (H.A. Ninnong) sempat dilantik menjadi pejabat arung matowa dan memerintah selama 40 hari sebelum kedaulatan wajo diserahkan kepada gubernur sulawesi saat itu, bapak Ratulangi demikianlah sejarah wajo hingga melebur ke republik ini hingga kemudian ditetapkan sebagai sebuah kabupaten sampai saat ini.

Kabupaten Wajo dulunya terdiri dari 10 kecamatan, akan tetapi sejak tahun 2000 terjadi pemekaran hingga saat ini terdapat 14 kecamatan.
[sembunyikan]
l • b • s
Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan

Kecamatan


Belawa • Bola • Gilireng • Keera • Majauleng • Maniang Pajo • Penrang • Pitumpanua • Sabbang Paru • Sajoanging • Takkalalla • Tana Sitolo • Tempe

Nilai Diri Kita

injak motivasiPada suatu ketika, di sebuah taman kecil ada seorang kakek. Di dekat kaket tersebut terdapat beberapa anak yang sedang asyik bermain pasir, membentuk lingkaran. Kakek itu lalu menghampiri mereka, dan berkata:

“Siapa diantara kalian yang mau uang Rp. 50.000!!” Semua anak itu terhenti bermain dan serempak mengacungkan tangan sambil memasang muka manis penuh senyum dan harap. Kakek lalu berkata, “Kakek akan memberikan uang ini, setelah kalian semua melihat ini dulu.”

Kakek tersebut lalu meremas-remas uang itu hingga lusuh. Di remasnya terus hingga beberapa saat. Ia lalu kembali bertanya “Siapa yang masih mau dengan uang ini lusuh ini?” Anak-anak itu tetap bersemangat mengacungkan tangan.

“Tapi,, kalau kakek injak bagaimana? “. Lalu, kakek itu menjatuhkan uang itu ke pasir dan menginjaknya dengan sepatu. Di pijak dan di tekannya dengan keras uang itu hingga kotor. Beberapa saat, Ia lalu mengambil kembali uang itu. Dan kakek kembali bertanya: “Siapa yang masih mau uang ini?”

Tetap saja. Anak-anak itu mengacungkan jari mereka. Bahkan hingga mengundang perhatian setiap orang. Kini hampir semua yang ada di taman itu mengacungkan tangan. :)

***

Sahabat Resensinet, cerita diatas sangatlah sederhana. Namun kita dapat belajar sesuatu yang sangat berharga dari cerita itu. Apapun yang dilakukan oleh si Kakek, semua anak akan tetap menginginkan uang itu, Kenapa? karena tindakan kakek itu tak akan mengurangi nilai dari uang yang di hadiahkan. Uang itu tetap berharga Rp. 50.000

Sahabat resensinet, seringkali, dalam hidup ini, kita merasa lusuh, kotor, tertekan, tidak berarti, terinjak, tak kuasa atas apa yang terjadi pada sekeliling kita, atas segala keputusan yang telah kita ambil, kita merasa rapuh. Kita juga kerap mengeluh atas semua ujian yang di berikan-Nya. Kita seringkali merasa tak berguna, tak berharga di mata orang lain. Kita merasa di sepelekan, di acuhkan dan tak dipedulikan oleh keluarga, teman, bahkan oleh lingkungan kita.

Namun, percayalah, apapun yang terjadi, atau *bakal terjadi*, kita tak akan pernah kehilangan nilai kita di mata Allah. Bagi-Nya, lusuh, kotor, tertekan, ternoda, selalu ada saat untuk ampunan dan maaf.
Kita tetap tak ternilai di mata Allah.

Nilai dari diri kita, tidak timbul dari apa yang kita sandang, atau dari apa yang kita dapat. Nilai diri kita, akan dinilai dari akhlak dan perangai kita. Tingkah laku kita. seberapapun kita diinjak oleh ketidak adilan, kita akan tetap diperebutkan, kalau kita tetap konsisten menjaga sikap kita.
Sahabat, akhlak ialah bunga kehidupan kita. Merupakan seberapa bernilainya manusia. Dengan akhlak, rasa sayang dan senang akan selalu mengikuti kita, dan merupakan modal hidup.
Orang yang tidak mempunyai akhlak, meskipun ia berharta, tidak ada nilainya. Meskipun dia cantik, tapi jika sikapnya buruk dan tiada berakhlak, maka kecantikannya tiada berguna baginya. Begitu pula dengan orang yang berpangkat tinggi, tanpa akhlak, dia menjadi orang yang dibenci.

Guys, thanks for reading. Hope u r well and please do take care. Wassalamualaikum wr wb. Salam hangat!!!

Oleh Irfan dan diedit dan ditambah seperlunya oleh Nadir Ibn Qamaruddin El-As'ady

Peta Impian

peta impianImpian akan mengarahkan kita kemana akan melangkah, bagaimana akan berbuat dan bersikap. Dengan impian kita akan tau dimana titik akhir dari perjuangan. Dan segera setelah mencapai impian itu, kita dapat menggantikannya dengan impian lain yang belum tercapai.

Sahabat, dalam meraih impian, kita perlu strategi dan peta. Sehingga saat berjalan dan bertemu dengan hambatan, kita dapat memilih untuk melompatinya ataukah memutarinya dan mengambil jalan lain. Tanpa mengubah impian, hanya mengubah arah jalan saja.

Bayangkan anda berada di tengah samudera di atas sebuah speedboat.
Lima puluh kilometer di depan anda adalah sebuah pulau, dan di
pulau itu terdapat semua yang anda inginkan dan cita-citakan.
Semua impian anda. Dan satu-satunya cara untuk mendapatkan itu
semua adalah sampai ke pulau tersebut. Pulau itu ada di belakang
cakrawala. Tapi cakrawala yang mana…?

Masalahnya adalah anda tidak punya kompas, peta, radio, telepon,
dan anda tidak tahu mana arah ke pulau tersebut. Arah yang salah
akan membuat anda melenceng jauh sekali dari pulau impian,
sementara di sekeliling anda yang terlihat cuma laut dan langit.

Dalam dua jam, anda bisa saja telah sampai di pulau impian.
Tetapi bila anda salah arah – anda bisa kehabisan bahan bakar
sebelum bisa mencapai pulau impian.

Hidup tanpa tujuan yang jelas, tanpa mengetahui dan mengerti
kegunaan hidup anda – adalah sama dengan dilema pulau impian.
Semua impian anda sebenarnya bisa tercapai, namun untuk mencapainya
anda harus mengetahui peta impian. Yaitu apa, di mana, dan bagaimana mencapainya. Anda mutlak mengetahui arah untuk mencapainya. Tentukan peta anda sekarang – untuk dapat mencapai impian anda. Buat seteliti dan seakurat mungkin – dan selanjutnya anda tinggal mengarahkan speedboat anda ke pulau impian… Untuk selanjutnya, Anda meraihnya, merengkuhnya, dan tersenyum dengan bangga, “Inilah impianku, dan aku telah mendapatkannya.”
==========
Sahabat, berhentilah sejenak dan mari kita saling mendoakan,doa untuk sahabat kita, orang tua kita, orang yang kita cintai, serta tak lupa admin web ini :) . Semoga peta menuju impian hidup yang kita rancang, diridhoi Allah SWT. Kita sadari tubuh kita, nyawa kita dan nafas kita, sepenuhnya adalah miliknya. Tiada satupun peristiwa yang terjadi dalam kehidupan kita, tanpa ridhoNya. Selamat berjuang sahabat… Impian itu, sudah rindu untuk kita rengkuh, dan kita peluk.

Terima kasih..
Sengakang, 31 Desember 2009
Admin

Aku ingin Mama Kembali

Sebuah kisah teladan dari negeri China

Di Propinsi Zhejiang China, ada seorang anak laki yang luar biasa, sebut saja namanya Zhang Da. Perhatiannya yang besar kepada Papanya, hidupnya yang pantang menyerah dan mau bekerja keras, serta tindakan dan perkataannya yang menyentuh hati membuat Zhang Da, anak lelaki yang masih berumur 10 tahun ketika memulai semua itu, pantas disebut anak yang luar biasa.

Saking jarangnya seorang anak yang berbuat demikian, sehingga ketika Pemerintah China mendengar dan menyelidiki apa yang Zhang Da perbuat maka merekapun memutuskan untuk menganugerahi penghargaan Negara yang Tinggi kepadanya.
Zhang Da adalah salah satu dari sepuluh orang yang dinyatakan telah melakukan perbuatan yang luar biasa dari antara 1,4 milyar penduduk China. Tepatnya 27
Januari 2006 Pemerintah China, di Propinsi Jiangxu, kota Nanjing, serta disiarkan secara Nasional keseluruh pelosok negeri, memberikan penghargaan kepada 10 (sepuluh) orang yang luar biasa, salah satunya adalah Zhang Da.

Pada tahun 2001, Zhang Da ditinggal pergi oleh Mamanya yang sudah tidak tahan hidup menderita karena miskin dan karena suami yang sakit keras. Dan sejak hari itu Zhang Da hidup dengan seorang Papa yang tidak bisa bekerja tidak bisa berjalan, dan sakit-sakitan. Kondisi ini memaksa seorang bocah ingusan yang waktu itu belum genap 10 tahun untuk mengambil tanggungjawab yang sangat berat. Ia harus sekolah, ia harus mencari makan untuk Papanya dan juga dirinya sendiri, ia juga harus memikirkan obat-obat yang yang pasti tidak murah untuk dia. Dalam kondisi yang seperti inilah kisah luar biasa Zhang Da dimulai. Ia masih terlalu kecil untuk menjalankan tanggung jawab yang susah dan pahit ini. Ia adalah salah satu dari sekian banyak anak yang harus menerima kenyataan hidup yang pahit di dunia ini.Tetapi yang membuat Zhang Da berbeda adalah bahwa ia tidak menyerah.

Hidup harus terus berjalan, tapi tidak dengan melakukan kejahatan, melainkan memikul tanggungjawab untuk meneruskan kehidupannya dan papanya. Demikian
ungkapan Zhang Da ketika menghadapi utusan pemerintah yang ingin tahu apa yang dikerjakannya.

Ia mulai lembaran baru dalam hidupnya dengan terus bersekolah. Dari rumah sampai sekolah harus berjalan kaki melewati hutan kecil. Dalam perjalanan dari dan ke sekolah itulah, Ia mulai makan daun, biji-bijian dan buah-buahan yang ia temui. Kadang juga ia menemukan sejenis jamur, atau rumput dan ia coba memakannya. Dari mencoba-coba makan itu semua, ia tahu mana yang masih bisa ditolerir oleh lidahnya dan mana yang tidak bisa ia makan. Setelah jam pulang sekolah di siang hari dan juga sore hari, ia bergabung dengan beberapa tukang batu untuk membelah batu-batu besar dan memperoleh upah dari pekerjaan itu. Hasil kerja sebagai tukang batu ia gunakan untuk membeli beras dan obat-obatan untuk papanya. Hidup seperti ini ia jalani selama lima tahun tetapi badannya tetap sehat, segar dan kuat.

ZhangDa Merawat Papanya yang Sakit.

Sejak umur 10 tahun, ia mulai tanggungjawab untuk merawat papanya. Ia menggendong papanya ke WC, ia menyeka dan sekali-sekali memandikan papanya, ia
membeli beras dan membuat bubur, dan segala urusan papanya, semua dia kerjakan dengan rasa tanggungjawab dan kasih. Semua pekerjaan ini menjadi tanggungjawabnya sehari-hari.

Zhang Da menyuntik sendiri papanya.

Obat yang mahal dan jauhnya tempat berobat membuat Zhang Da berpikir untuk menemukan cara terbaik untuk mengatasi semua ini. Sejak umur sepuluh tahun ia mulai belajar tentang obat-obatan melalui sebuah buku bekas yang ia beli. Yang membuatnya luar biasa adalah ia belajar bagaimana seorang suster memberikan ijeksi/suntikan kepada pasiennya.

Setelah ia rasa ia mampu, ia nekad untuk menyuntik papanya sendiri. Saya sungguh kagum, kalau anak kecil main dokter-dokteran dan suntikan itu sudah biasa. Tapi jika anak 10 tahun memberikan suntikan seperti layaknya suster atau dokter yang sudah biasa memberi injeksi saya baru tahu hanya Zhang Da. Orang bisa bilang apa yang dilakukannya adalah perbuatan nekad, sayapun berpendapat demikian. Namun jika kita bisa memahami kondisinya maka saya ingin katakan bahwa Zhang Da adalah anak cerdas yang kreatif dan mau belajar untuk mengatasi kesulitan yang sedang ada dalam hidup dan kehidupannya. Sekarang pekerjaan menyuntik papanya sudah dilakukannya selama lebih kurang lima tahun, maka Zhang Da sudah trampil dan ahli menyuntik.

Aku Mau Mama Kembali

Ketika mata pejabat, pengusaha, para artis dan orang terkenal yang hadir dalam acara penganugerahan penghargaan tersebut sedang tertuju kepada Zhang Da,
Pembawa Acara (MC) bertanya kepadanya, “Zhang Da, sebut saja kamu mau apa, sekolah di mana, dan apa yang kamu rindukan untuk terjadi dalam hidupmu, berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah, besar nanti mau kuliah di mana, sebut saja. Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebut saja, di sini ada banyak pejabat, pengusaha, orang terkenal yang hadir.

Saat ini juga ada ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi, mereka bisa membantumu!” Zhang Da pun terdiam dan tidak menjawab
apa-apa. MC pun berkata lagi kepadanya, “Sebut saja, mereka bisa membantumu” Beberapa menit Zhang Da masih diam, lalu dengan suara bergetar iapun menjawab, “Aku Mau Mama Kembali. Mama kembalilah ke rumah, aku bisa membantu Papa, aku bisa cari makan sendiri, Mama Kembalilah!” demikian Zhang Da bicara dengan suara yang keras dan penuh harap.

Saya bisa lihat banyak pemirsa menitikkan air mata karena terharu, saya pun
tidak menyangka akan apa yang keluar dari bibirnya. Mengapa ia tidak minta kemudahan untuk pengobatan papanya, mengapa ia tidak minta deposito yang cukup
untuk meringankan hidupnya dan sedikit bekal untuk masa depannya, mengapa ia tidak minta rumah kecil yang dekat dengan rumah sakit, mengapa ia tidak minta
sebuah kartu kemudahan dari pemerintah agar ketika ia membutuhkan, melihat katabelece yang dipegangnya semua akan membantunya. Sungguh saya tidak mengerti, tapi yang saya tahu apa yang dimintanya, itulah yang paling utama bagi dirinya. Aku Mau Mama Kembali, sebuah ungkapan yang mungkin sudah dipendamnya sejak saat melihat mamanya pergi meninggalkan dia dan papanya.

Tidak semua orang bisa sekuat dan sehebat Zhang Da dalam mensiasati kesulitan hidup ini. Tapi setiap kita pastinya telah dikaruniai kemampuan dan kekuatan yg
istimewa untuk menjalani ujian di dunia. Sehebat apapun ujian yg dihadapi pasti ada jalan keluarnya…ditiap-tiap kesulitan ada kemudahan dan Tuhan tidak akan menimpakan kesulitan diluar kemampuan umat-Nya.

Jadi janganlah menyerah dengan keadaan, jika sekarang sedang kurang beruntung, sedang mengalami kekalahan….bangkitlah! karena sesungguhnya kemenangan akan diberikan kepada siapa saja yg telah berusaha sekuat kemampuannya.

Bicara dengan Bahasa Hati

Tak ada musuh yang tak dapat ditaklukkan oleh cinta.
Tak ada penyakit yang tak dapat disembuhkan oleh kasih sayang.
Tak ada permusuhan yang tak dapat dimaafkan oleh ketulusan.
Tak ada kesulitan yang tak dapat dipecahkan oleh ketekunan.
Tak ada batu keras yang tak dapat dipecahkan oleh kesabaran.

Semua itu haruslah berasal dari hati anda.
Bicaralah dengan bahasa hati, maka akan sampai ke hati pula.

Kesuksesan bukan semata-mata betapa keras otot dan betapa tajam otak anda, namun juga betapa lembut hati anda dalam menjalani segala sesuatunya.

Anda tak kan dapat menghentikan tangis seorang bayi hanya dengan
merengkuhnya dalam lengan yang kuat. Atau, membujuknya dengan berbagai
gula-gula dan kata-kata manis. Anda harus mendekapnya hingga ia merasakan detak jantung yang tenang jauh di dalam dada anda.

Mulailah dengan melembutkan hati sebelum memberikannya pada keberhasilan anda

Setan atau Malaikat

Mahluk yang paling menakjubkan adalah manusia, karena dia bisa memilih untuk menjadi “setan atau malaikat”.
–John Scheffer-

Dari pinggir kaca nako, di antara celah kain gorden, saya melihat lelaki itu mondar-mandir di depan rumah. Matanya berkali-kali melihat ke rumah saya. Tangannya yang dimasukkan ke saku celana, sesekali mengelap keringat di keningnya.

Dada saya berdebar menyaksikannya. Apa maksud remaja yang bisa jadi umurnya tak jauh dengan anak sulung saya yang baru kelas 2 SMU itu? Melihat tingkah lakunya yang gelisah, tidakkah dia punya maksud buruk dengan keluarga saya? Mau merampok? Bukankah sekarang ini orang merampok tidak lagi mengenal waktu? Siang hari saat orang-orang lalu-lalang pun penodong bisa beraksi, seperti yang banyak diberitakan koran. Atau dia punya masalah dengan Yudi, anak saya?

Kenakalan remaja saat ini tidak lagi enteng. Tawuran telah menjadikan puluhan remaja meninggal. Saya berdoa semoga lamunan itu salah semua. Tapi mengingat peristiwa buruk itu bisa saja terjadi, saya mengunci seluruh pintu dan jendela rumah. Di rumah ini, pukul sepuluh pagi seperti ini, saya hanya seorang diri. Kang Yayan, suami saya, ke kantor. Yudi sekolah, Yuni yang sekolah sore pergi les Inggris, dan Bi Nia sudah seminggu tidak masuk.

Jadi kalau lelaki yang selalu memperhatikan rumah saya itu menodong, saya bisa apa? Pintu pagar rumah memang terbuka. Siapa saja bisa masuk.

Tapi mengapa anak muda itu tidak juga masuk? Tidakkah dia menunggu sampai tidak ada orang yang memergoki? Saya sedikit lega saat anak muda itu berdiri di samping tiang telepon. Saya punya pikiran lain. Mungkin dia sedang menunggu seseorang, pacarnya, temannya, adiknya, atau siapa saja yang janjian untuk bertemu di tiang telepon itu. Saya memang tidak mesti berburuk sangka seperti tadi. Tapi dizaman ini, dengan peristiwa-peristiwa buruk, tenggang rasa yang semakin menghilang, tidakkah rasa curiga lebih baik daripada lengah?

Saya masih tidak beranjak dari persembunyian, di antara kain gorden, di samping kaca nako. Saya masih was-was karena anak muda itu sesekali masih melihat ke rumah. Apa maksudnya? Ah, bukankah banyak pertanyaan di dunia ini yang tidak ada jawabannya.

Terlintas di pikiran saya untuk menelepon tetangga. Tapi saya takut jadi ramai. Bisa-bisa penduduk se-kompleks mendatangi anak muda itu. Iya kalau anak itu ditanya-tanya secara baik, coba kalau belum apa-apa ada yang memukul.

Tiba-tiba anak muda itu membalikkan badan dan masuk ke halaman rumah. Debaran jantung saya mengencang kembali. Saya memang mengidap penyakit jantung. Tekad saya untuk menelepon tetangga sudah bulat, tapi kaki saya tidak bisa melangkah. Apalagi begitu anak muda itu mendekat, saya ingat, saya pernah melihatnya dan punya pengalaman buruk dengannya. Tapi anak muda itu tidak lama di teras rumah. Dia hanya memasukkan sesuatu ke celah di atas pintu dan bergegas pergi. Saya masih belum bisa mengambil benda itu karena kaki saya masih lemas.

Saya pernah melihat anak muda yang gelisah itu di jembatan penyeberangan, entah seminggu atau dua minggu yang lalu. Saya pulang membeli bumbu kue waktu itu. Tiba-tiba di atas jembatan penyeberangan, saya ada yang menabrak, saya hampir jatuh. Si penabrak yang tidak lain adalah anak muda yang gelisah dan mondar-mandir di depan rumah itu, meminta maaf dan bergegas mendahului saya. Saya jengkel, apalagi begitu sampai di rumah saya tahu dompet yang disimpan di kantong plastik, disatukan dengan bumbu kue, telah raib.

Dan hari ini, lelaki yang gelisah dan si penabrak yang mencopet itu, mengembalikan dompet saya lewat celah di atas pintu. Setelah saya periksa, uang tiga ratus ribu lebih, cincin emas yang selalu saya simpan di dompet bila bepergian, dan surat-surat penting, tidak ada yang berkurang.

Lama saya melihat dompet itu dan melamun. Seperti dalam dongeng. Seorang anak muda yang gelisah, yang siapa pun saya pikir akan mencurigainya, dalam situasi perekonomian yang morat-marit seperti ini, mengembalikan uang yang telah digenggamnya. Bukankah itu ajaib, seperti dalam dongeng. Atau hidup ini memang tak lebih dari sebuah dongengan?

Bersama dompet yang dimasukkan ke kantong plastik hitam itu saya menemukan surat yang dilipat tidak rapi. Saya baca surat yang berhari-hari kemudian tidak lepas dari pikiran dan hati saya itu. Isinya seperti ini:

—–

“Ibu yang baik…, maafkan saya telah mengambil dompet Ibu. Tadinya saya mau mengembalikan dompet Ibu saja, tapi saya tidak punya tempat untuk mengadu, maka saya tulis surat ini, semoga Ibu mau membacanya.

Sudah tiga bulan saya berhenti sekolah. Bapak saya di-PHK dan tidak mampu membayar uang SPP yang berbulan-bulan sudah nunggak, membeli alat-alat sekolah dan memberi ongkos. Karena kemampuan keluarga yang minim itu saya berpikir tidak apa-apa saya sekolah sampai kelas 2 STM saja. Tapi yang membuat saya sakit hati, Bapak kemudian sering mabuk dan judi buntut yang beredar sembunyi-sembunyi itu.

Adik saya yang tiga orang, semuanya keluar sekolah. Emak berjualan goreng-gorengan yang dititipkan di warung-warung. Adik-adik saya membantu mengantarkannya. Saya berjualan koran, membantu-bantu untuk beli beras.

Saya sadar, kalau keadaan seperti ini, saya harus berjuang lebih keras. Saya mau melakukannya. Dari pagi sampai malam saya bekerja. Tidak saja jualan koran, saya juga membantu nyuci piring di warung nasi dan kadang (sambil hiburan) saya ngamen. Tapi uang yang pas-pasan itu (Emak sering gagal belajar menabung dan saya maklum), masih juga diminta Bapak untuk memasang judi kupon gelap. Bilangnya nanti juga diganti kalau angka tebakannya tepat. Selama ini belum pernah tebakan Bapak tepat. Lagi pula Emak yang taat beribadah itu tidak akan mau menerima uang dari hasil judi, saya yakin itu.

Ketika Bapak semakin sering meminta uang kepada Emak, kadang sambil marah-marah dan memukul, saya tidak kuat untuk diam. Saya mengusir Bapak. Dan begitu Bapak memukul, saya membalasnya sampai Bapak terjatuh-jatuh. Emak memarahi saya sebagai anak laknat. Saya sakit hati. Saya bingung. Mesti bagaimana saya?

Saat Emak sakit dan Bapak semakin menjadi dengan judi buntutnya, sakit hati saya semakin menggumpal, tapi saya tidak tahu sakit hati oleh siapa. Hanya untuk membawa Emak ke dokter saja saya tidak sanggup. Bapak yang semakin sering tidur entah di mana, tidak perduli. Hampir saya memukulnya lagi.

Di jalan, saat saya jualan koran, saya sering merasa punya dendam yang besar tapi tidak tahu dendam oleh siapa dan karena apa. Emak tidak bisa ke dokter. Tapi orang lain bisa dengan mobil mewah melenggang begitu saja di depan saya, sesekali bertelepon dengan handphone. Dan di seberang stopan itu, di warung jajan bertingkat, orang-orang mengeluarkan ratusan ribu untuk sekali makan.

Maka tekad saya, Emak harus ke dokter. Karena dari jualan koran tidak cukup, saya merencanakan untuk mencopet. Berhari-hari saya mengikuti bus kota, tapi saya tidak pernah berani menggerayangi saku orang. Keringat dingin malah membasahi baju. Saya gagal jadi pencopet.

Dan begitu saya melihat orang-orang belanja di toko, saya melihat Ibu memasukkan dompet ke kantong plastik. Maka saya ikuti Ibu. Di atas jembatan penyeberangan, saya pura-pura menabrak Ibu dan cepat mengambil dompet. Saya gembira ketika mendapatkan uang 300 ribu lebih.

Saya segera mendatangi Emak dan mengajaknya ke dokter. Tapi Ibu…, Emak malah menatap saya tajam. Dia menanyakan, dari mana saya dapat uang. Saya sebenarnya ingin mengatakan bahwa itu tabungan saya, atau meminjam dari teman. Tapi saya tidak bisa berbohong. Saya mengatakan sejujurnya, Emak mengalihkan pandangannya begitu saya selesai bercerita.

Di pipi keriputnya mengalir butir-butir air. Emak menangis. Ibu…, tidak pernah saya merasakan kebingungan seperti ini. Saya ingin berteriak. Sekeras-kerasnya. Sepuas-puasnya. Dengan uang 300 ribu lebih sebenarnya saya bisa makan-makan, mabuk, hura-hura. Tidak apa saya jadi pencuri. Tidak perduli dengan Ibu, dengan orang-orang yang kehilangan. Karena orang-orang pun tidak perduli kepada saya. Tapi saya tidak bisa melakukannya. Saya harus mengembalikan dompet Ibu. Maaf.”

—–

Surat tanpa tanda tangan itu berulang kali saya baca. Berhari-hari saya mencari-cari anak muda yang bingung dan gelisah itu. Di setiap stopan tempat puluhan anak-anak berdagang dan mengamen. Dalam bus-bus kota. Di taman-taman. Tapi anak muda itu tidak pernah kelihatan lagi. Siapapun yang berada di stopan, tidak mengenal anak muda itu ketika saya menanyakannya.

Lelah mencari, di bawah pohon rindang, saya membaca dan membaca lagi surat dari pencopet itu. Surat sederhana itu membuat saya tidak tenang. Ada sesuatu yang mempengaruhi pikiran dan perasaan saya. Saya tidak lagi silau dengan segala kemewahan. Ketika Kang Yayan membawa hadiah-hadiah istimewa sepulang kunjungannya ke luar kota, saya tidak segembira biasanya.Saya malah mengusulkan oleh-oleh yang biasa saja.

Kang Yayan dan kedua anak saya mungkin aneh dengan sikap saya akhir-akhir ini. Tapi mau bagaimana, hati saya tidak bisa lagi menikmati kemewahan. Tidak ada lagi keinginan saya untuk makan di tempat-tempat yang harganya ratusan ribu sekali makan, baju-baju merk terkenal seharga jutaan, dan sebagainya.

Saya menolaknya meski Kang Yayan bilang tidak apa sekali-sekali. Saat saya ulang tahun, Kang Yayan menawarkan untuk merayakan di mana saja. Tapi saya ingin memasak di rumah, membuat makanan, dengan tangan saya sendiri. Dan siangnya, dengan dibantu Bi Nia, lebih seratus bungkus nasi saya bikin. Diantar Kang Yayan dan kedua anak saya, nasi-nasi bungkus dibagikan kepada para pengemis, para pedagang asongan dan pengamen yang banyak di setiap stopan.

Di stopan terakhir yang kami kunjungi, saya mengajak Kang Yayan dan kedua anak saya untuk makan bersama. Diam-diam air mata mengalir dimata saya.

Yuni menghampiri saya dan bilang, “Mama, saya bangga jadi anak Mama.” Dan saya ingin menjadi Mama bagi ribuan anak-anak lainnya.

Sumber: Unknown (Tidak Diketahui)
Related Posts

* Guru dan Semangatnya
Menjadi guru, bukanlah pekerjaan mudah. Didalamnya, dituntut pengabdian, dan juga ketekunan. Harus ...
* Sukses Yang Terkucilkan
Kehidupan manusia dikelilingi oleh dinamika kehidupan yang beraneka ragam bentuknya. Hidup manusia...
* 9-Kesunyian Pohon Cemara
SEORANG anak kecil berumur empat tahun menarik-narik tangan ayahnya untuk dibelikan pohon natal besa...
* Hidup Untuk Memberi
* 13-Gunung Jangan Pula Meletus
* Cerita Menyentuh dari India
* Sikap

Sabtu, 26 Desember 2009

Apapun Yang Kau Katakan

Suatu hari Timur Lenk mengundang Nasruddin ke istananya untuk makan malam. Kepala tukang masak kerajaan pun menyiapkan sebuah resep kubis yang istimewa. Setelah makan malam Timur Lenk bertanya,

“Bagaimana rasanya kubis tadi Nasruddin ?”

“Sangat enak.” Kata Nasruddin sambil berterima kasih.

“Aku pikir kubis tadi tidak enak.” Kata Timur Lenk.

“Anda benar,” tambah Nasruddin, “Kubis tadi tidak enak.”

“Tapi barusan kau bilang rasanya enak.” Kata Timur Lenk

“Ya, tapi saya adalah pelayan Tuanku, bukan kubis.” Jawab Nasruddin.

Nasruddin Sudah Mati

Pada suatu hari Nasruddin menyuarakan pikirannya dengan nada filosofis, “Siapakah yang dapat menjelaskan makna kehidupan dan kematian?”

Isterinya, yang sedang sibuk di dapur mendengar pertanyaan itu Lalu berkata: “Dasar laki-laki - tidak praktis ! Orang bodoh pun tahu, jika ujung-ujung jari seseorang sudah kaku dan dingin, ia sudah mati.”

Nasruddin terkesan oleh kebijaksanaan istrinya yang praktis itu. Sekali peristiwa pada musim dingin ia berjalan-jalan di atas salju dan merasakan tangan dan kakinya mati rasa serta kaku karena kedinginan.

“Aku temyata sudah mati,”pikirnya. Lalu muncul pikiran berikutnya : “Mengapa aku masih berkeliaran di jalan, jika sudah mati ? Aku harus berbaring seperti layaknya semua orang mati.” Lalu, Ia pun berbaring persis seperti orang mati.

Sejam kemudian lewatlah beberapa pejalan kaki. Mereka menemukannya terbaring di tepi jalan. Mereka mulai berdiskusi, apakah orang itu masih hidup atau sudah mati. Nasruddin ingin berteriak sekuat tenaga dan berkata: “Hai orang-orang bodoh, tidakkah kamu lihat bahwa aku sudah mati? Tidak tahukah kamu, bahwa ujung-ujung tangan dan kakiku dingin dan kaku ?” Tetapi ia menyadari bahwa orang yang mati tidak pantas masih bicara. Maka ia pun diam.

Akhirnya mereka memutuskan bahwa orang yang terbaring di atas salju itu pasti sudah mati. Maka mereka mengusung jenasahnya ke kuburan. Belum begitu jauh berjalan, mereka sampai di persimpangan jalan. Mulailah mereka bertengkar lagi mengenai jalan mana yang menuju ke kuburan. Nasruddin menahan diri untuk diam selama ia dapat. Tetapi akhimya ia tidak tahan lagi dan berkata: “Maaf, saudara-saudara. jalan ke kuburan adalah jalan di sebelah kiri saudara. Saya tahu, orang mati tidak berbicara, tetapi untuk kali ini saja saya membuat kekecualian. Maaf, saya berjanji tidak akan mengucapkan sepatah kata lagi. Terima kasih.”

Jalaludin Rumi - Pandai Emas

Seseorang meminta kepada pandai emas,
"Tolong buatkan aku timbangan. Aku mau menimbang
emas." Pandai emas itu menjawab, "Maaf,
aku tidak mempunyai pengayak."
"Aku tidak ingin pengayak.
Aku katakan timbangan, bodoh kau," jawab orang itu.
"Maaf, aku tidak mempunyai sapu juga,"
ujar pandai emas itu.
"Hentikan omongan ngelantur ini," kata orang itu.
"Engkau mendengar aku tidak?"
"Aku mendengarmu cukup baik
dan aku bukan orang bodoh," kata pandai emas.
"Aku lihat bahwa engkau adalah orang tua yang gemetaran.
Kedua tanganmu sedemikian bergetar sehingga
engkau bakal menumpahkan emas ketika engkau
meletakannya di atas timbangan.
Emasmu ini adalah bubuk yang halus.
Engkau nanti akan memintaku membuat sapu.
kala kau menyapu, engkau akan mendapatkan baik debu
maupun emas, dan engkau akan memintaku membuat
pengayak untuk memisahkannya. Engkau lihat,
aku melihat yang akhir dari yang awal."

NASIHAT UNTUK PARA SALIKIN (PENCARI KEBENARAN)

"Imam Al Gazali"

Wahai Anakku, saya telah menulis masalah ini untuk memenuhi kebutuhanmu. Kau harus melaksanakannya sebaik-baiknya. Janganlah kau melupakan saya di saat kamu berdo'a. Do'a yang kau minta dariku, carilah dalam kumpulan doa-doa yang shahih. Di bawah ini ada do'a yang baik kau baca seusai shalat wajib lima waktu. Do'a itu adalah sebagai berikut:

Allahumma inni as-aluka min an-ni'mah tamamuha, wamin al- 'ismah dawamuha, wamin ar-rahmah syumuluha, wamin al- 'afiyah husuluha, wamin al-'aysy argaduh, wamin al-'umur as'aduh, wamin al-ihsan atammuh, wamin al-'in'ami a'ammuh, wamin al-fadl a'zabuh, wamin al-lutfi aqrabuh.
Allahumma kun lana wala takun 'alayna, allahumma ikhtam bi as-sa'adah ajalana, wahaqqiq bi az-ziyyadah amalana, wa aqrin bi al' 'afiyah guduwwana wa asalana, wa ij'al ila rahmatika masirana wa maalana, wa asbib sijala 'afuwwik 'ala zunubina, wamunna 'alayna bi islahi 'uyubina, wa ij'al at-taqwa 'zadana, wafidinika ijtihadana, wa 'alayka tawakkulana wa i'timaduna.
Allahumma sabbitna 'ala nahj al- istiqamah, wa a'izna fi ad-dunya min mujibat an-nadamah yawm al-qiyamah, wa khaffif 'anna saql al-awzar, wa urzuqna 'aysyah al-abrar, wa akfina wa asrif 'anna syarr al-asyrar, wa a'tiq riqabana wa riqabi abaina wa ummahatina wa ikhwanana wa akhawatina min an-nar bi rahmatika ya 'Aziz ya Gaffar, ya Karim, ya Sattar, ya 'Alim, ya Jabbar, ya Allah, ya Allah, ya Allah bi rahmatika ya Arham ar-Rahimin, La ilaha illa Anta Subbanaka inni kuntu min az-Zalimin, wa salla Allah 'ala sayidina Muhammad wa alihi wa sahbih ajma'in. Wa al-hamd li Allah Rabb al-'alamin.

"Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepadaMu kenikmatan yang sempurna, keterpeliharaan yang langgeng, rahmat yang meliputi, kesehatan yang menyeluruh, kehidupan yang makmur, usia yang penuh kebahagian, kebaikan yang sempurna, keniktmatan yang merata, keutamaan yang melezatkan. kelembutan yang mendekatkan.
Ya Allah, jadikanlah kebaikan untuk kami dan jangan jadikan kejelekan kepada kami. Ya Allah, akhirilah kehidupan kami dengan kebahagiaan, luruskanlah cita-cita kami dengan tambahan bekal kebaikan, iringkanlah kesehatan pada masa depan kami dan sekarang, Jadikanlah Rahmat-Mu sebagai tempat kembali kami dan angan-angan kami, bentangkanlah sajadah ampunan-Mu untuk dosa-dosa kami, berilah kami kenikmatan dengan memperbaiki cacat-cacat kami, jadikanlah ketaqwaan sebagai bekal kami, jadikanlah kami pejuang dalam agamamu. dan terhadap-Mu kami tawakkal dan bersandar.
Ya Allah, tetapkanlah kami di atas jalan yang istiqamah. lindungilah kami di dunia dari sebab-sebab yang akan menyebabkan penyesalan di hari kiamat. ringankanlah beban beban dosa kami, berilah kami rezeki kehidupan orang-orang yang balk, berilah kami kecukupan. jauhkanlah kami dari kejahatan orang-orang jahat. bebaskanlah leher kami dan leher-leher bapak kami. ibu kami. saudara kami laki-laki dan saudara kami perempuan dari api neraka dengan rahmat-Mu. wahai Dzat Yang Maha Perkasa, Maha Pengampun. Maha Mulia, Maha Menutupi, Maha Mengetahui, Maha Gagah, ya Allah ya Allah ya Allah, dengan rahmatMu. wahai Dzat Yang Maha Pengasih di antara yang pengasih. wahai Dzat Yang Maha Awal dan Maha Akhir. wahai Dzat Yang Memiliki kekuatan yang kokoh, wahai Dzat Yang Maha Mengasihi kaum miskin. wahai Dzat Yang Maha Mengasihi orang-orang yang pengasih. Tidak ada Tuhan kecuali Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya saya termasuk orang-orang yang zalim. Shalawat dan salam terlimpahkan kepada junjungan kami Muhammad, keluarga dan seluruh sahabatnya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam".

Penutup Dari Edisi Bahasa Arab

Hendaklah kau mengetahui bahwa menjernihkan kalbu tidak dapat dilakukan kecuali dengan jalan zikir. Sebab, Rasulullah bersabda, "Kalbu itu bisa berkarat, seperti halnya besi. Mengkilapkan kalbu adalah dengan Zikir kepada Allah."

Zikir itu dengan lisan dan kalbu. Zikir lisan untuk menghasilkan zikir kalbu. Zikir kalbu untuk memperoleh muraqabah. Penjernihan yang paling mudah bagi kalbu adalah menyibukkan diri dengan zikir tarekat Naqsyabandiyyah, yaitu zikir dengan nama Zat (Allah) atau penafian dan penegasannya.

Tatacara zikir dengan nama Zat yakni bahwa pezikir melafalkan kata Allah dengan lisan kalbu. Sebab, kalbu itu seluruhnya adalah lisan, seluruhnya pendengaran, dan seluruhnya penglihatan. Adapun tatacara zikir dengan penafian dan penegasan nama Zat adalah dengan melafalkan kalimat 'La ilaha' dengan lisan kalbu. Dengan itu, dinafikan seluruh hubungan kalbu dengan segala sesuatu selain Allah. Kemudian, dilafalkan dengan lisan kalbu kalimat 'Illa Allah'. Dengan itu pula, ditegaskan eksistensi ke- Esaan al-Haqq.

Apabila pezikir menzikirkan kedua nama itu dengan tatacara tersebut, dia akan memperoleh kejernihan dan kesucian kalbu. Dia akan mengenal Allah dan akan sampai kepada-Nya. Zikir ini didahulukan atas ibadat-ibadat lain setelah salat fardu dan salat-salat sunnah rawatib-nya pada seluruh waktu, sehingga diperoleh dalam kalbunya kebiasaan yang terpuji ini. Setelah itu, dia akan memperoleh semua keutamaan dari ibadat-ibadatnya itu, karena dia mengetahui jalan dalam rangka memohon kelapangan dari Allah dan jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya:

Zikirullah adalah yang terbaik dalam tarekat
Daripada wirid yang disandingkan dengan salat
Lebih baik dari membaca perkataan yang benar
Lebih baik dari amalan sunnah
Dengan zikir akan dikilapkan karat kalbu
Dan akan dikabulkan segala hajat
Bersungguhlah di dalam seluruh waktu dan lazimkan zikir kepada Allah
Niscaya engkau akan melihat apa yang datang
Menghadapkan kepada Tuhan, tinggalkan selain-Nya
Awasi dan naiklah pada ketinggian

Makna Muraqabah

Muraqabah adalah melihat Allah dengan pandangan batin melalui pemeliharaan sikap takzim. Ia adalah jalan yang paling dekat kepada Allah dalam ber-taqarrub kepada-Nya. Sebagaimana dikatakan, bahwa menuju kepada Allah 'Aza wa jalla dengan kalbu lebih cepat sampai daripada dengan gerakan anggota-anggota tubuh dalam amalan-amalan salat, salam, zikir, wirid dan sebagainya. Sebab, orang yang punya cita-cita yang tinggi senantiasa beramal dengan kalbunya. Jika anggota-anggota badannya tidak membantunya untuk beramal, dia senantiasa tetap dalam keadaan taqarrub (mendekat) dan tahabbub (mencintai). Kemudian, hendaklah Anda mengetahui bahwa apabila pezikir itu sampai pada martabat muraqabah, akan teguhlah baginya keesaan eksistensi Ilahi dan tampaklah padanya kelestarian beribadah. Apabila dia terus-menerus melalukan muraqabah, dia akan naik ke martabat musyahadah. Tersingkap untuknya dengan pandangan batinnya, bahwa cahaya-cahaya eksistensi keesaan Zat Ilahi meliputi segala sesuatu. Tersingkap pula, bahwasanya Allah menampakkan sifat-sifat dan nama-nama-Nya dalam segala ciptaan-Nya. Sesuai dengan kadar kesiapan para penyaksi, dia akan senang dengan cahaya-cahaya rububiyyah, dan ketersingkapan rahasia-rahasia ke-Esaan-Nya.

Jalaludin Rumi - Tawon dan Lebah

Jangan ukur perbuatan orang suci dengan dirimu! Sebab walaupun cara menulis kata "sher" (singa) dan "shir" (susu) mirip, keduanya berbeda.

Apabila cara memandangmu demikian, maka seluruh dunia menjadi tidak berarti; memang jarang orang patut disebut hamba Allah yang sejati.

Mereka mengaku sama dengan nabi-nabi; mereka kira para aulia seperti diri mereka juga.

"Lihat!" kata mereka, "Kami adalah manusia, mereka adalah manusia. Baik kami ataupun mereka sama-sama terikat pada tidur dan makan."

Dalam kebutaan, mereka tidak tahu bahwa antara keduanya terbentang perbedaan yang besar tidak terkira.

Tawon dan lebah memang makan dan minum dari sumber yang sama; namun yang satu hanya menghasilkan sengat yang tajam, sedang yang lain membuahkan madu yang lezat.

Semua jenis rusa sama makan rumput dan minum air; namun rusa yang satu hanya melahirkan kotoran, sedangkan rusa yang lain membuahkan wangi kesturi.

Tumbuhan jenis buluh minum air dari sumber air yang sama; namun batang bambu tidak mengandung apa-apa, sedangkan batang tebu berisi gula.

Perhatikan ratusan ribu hal seperti itu dan lihat betapa antara keduanya terdapat jarak sejauh tujuh puluh tahun perjalanan.

Yang satu makan sesuatu untuk menghasilkan kotoran; yang lain makan dan menjadi cahaya Tuhan.

Yang satu ini makan dan darinya tidak lahir apa-apa kecuali kebakhilan dan kecemburuan; yang lain juga makan, namun dari dirinya tidak terbit apa pun selain cinta kepada Tuhan.

Yang satu lahan subur dan yang lain tanah payau dan buruk; yang satu seorang malaikat molek dan yang lain setan dan serigala liar.

Tidak dapat dibantah keduanya serupa secara lahir; air yang pahit dan air yang manis juga sama beningnya

Siapa yang bisa membedakan keduanya selain dia yang memiliki cita rasa rohani? Cari orang seperti itu: dialah yang tahu membedakan air yang manis dan air yang asin.

Orang yang cenderung menyamakan sihir dan mukjizat nabi, telah berkhayal dan mengira bahwa keduanya sama-sama tipu daya.

Pada zaman Nabi Musa, dengan tujuan menentang kenabiannya, tukang sihir memakai tongkat seperti Nabi Musa.

Namun, tongkat tukang sihir dan tongkat Musa sangat berbeda, sebab antara perbuatan sihir dan tindakan mukjizat terbentang jurang yang sangat lebar.

Perbuatan tukang sihir dilaknat oleh Tuhan, yang lain menerima pahala berupa kasih sayang-Nya.

Orang-orang kafir yang bertabiat kera sering menyamakan dirinya dengan para nabi dan aulia; sifat semacam ini merupakan penyakit yang bersarang dalam diri binatang.

Apa saja yang dilakukan orang, setiap kali akan ditiru oleh seekor kera apabila ia melihat orang melakukannya.

Dia mengira, "Aku meniru perbuatannya!" Bagaimana mungkin pandangan yang picik dapat membedakan kedua perbuatan itu?

Nasruddin Hodja - KEKEKALAN MASSA

Ketika memiliki uang cukup banyak, Nasrudin membeli ikan di pasar dan membawanya ke rumah.

Ketika istrinya melihat ikan yang banyak itu, ia berpikir, "Oh, sudah lama aku tidak mengundang teman-temanku makan di sini."

Ketika malam itu Nasrudin pulang kembali, ia berharap ikannya sudah dimasakkan untuknya.

Alangkah kecewanya ia melihat ikan-ikannya itu sudah habis, tinggal duri-durinya saja. "Siapa yang menghabiskan ikan sebanyak ini ?"

Istrinya menjawab," Kucingmu itu, tentu saja. Mengapa kau pelihara juga kucing yang nakal dan rakus itu!"

Nasrudin pun makan malam dengan seadanya saja. Setelah makan, dipanggilnya kucingnya, dibawanya ke kedai terdekat, diangkatnya ke timbangan, dan ditimbangnya.

Lalu ia pulang ke rumah, dan berkata cukup keras, "Ikanku tadi dua kilo beratnya. Yang barusan aku timbang ini juga dua kilo. Kalau kucingku dua kilo, mana ikannya ? Dan kalau ini ikan dua kilo, lalu mana kucingnya ?"

Nasruddin Hodja - CARA MEMBACA BUKU

Seorang yang filosof dogmatis sedang meyampaikan ceramah. Nasrudin mengamati bahwa jalan pikiran sang filosof terkotak-kotak, dan sering menggunakan aspek intelektual yang tidak realistis. Setiap masalah didiskusikan dengan menyitir buku-buku dan kisah-kisah klasik, dianalogikan dengan cara yang tidak semestinya.

Akhirnya, sang penceramah mengacungkan buku hasil karyanya sendiri. Nasrudin segera mengacungkan tangan untuk menerimanya pertama kali. Sambil memegangnya dengan serius, Nasrudin membuka halaman demi halaman, berdiam diri. Lama sekali.

Sang penceramah mulai kesal. "Engkau bahkan membaca bukuku terbalik!"

"Aku tahu," jawab Nasrudin acuh, "Tapi karena cuma ini satu-satunya hasil karyamu, rasanya, ya, memang begini caranya mempelajari jalan pikiranmu."

Nasruddin Hodja - MISKIN DAN SEPI

Seorang pemuda baru saja mewarisi kekayaan orang tuanya. Ia langsung terkenal sebagai orang kaya, dan banyak orang yang menjadi kawannya.

Namun karena ia tidak cakap mengelola, tidak lama seluruh uangnya habis. Satu per satu kawan-kawannya pun menjauhinya. Ketika ia benar-benar miskin dan sebatang kara, ia mendatangi Nasrudin. Bahkan pada masa itu pun, kaum wali sudah sering [hanya] dijadikan perantara untuk memohon berkah.

"Uang saya sudah habis, dan kawan-kawan saya meninggalkan saya. Apa yang harus saya lakukan?" keluh pemuda itu.

"Jangan khawatir," jawab Nasrudin, "Segalanya akan normal kembali. Tunggu saja beberapa hari ini. Kau akan kembali tenang dan bahagia."

Pemuda itu gembira bukan main. "Jadi saya akan segera kembali kaya?"

"Bukan begitu maksudku, kau salah tafsir, Maksudku, dalam waktu yang tidak terlalu lama, kau akan terbiasa menjadi orang yang miskin dan tidak mempunyai teman." jawab Nasruddin

Nasruddin Hodja - HIDANGAN UNTUK BAJU

Nasrudin menghadiri sebuah pesta. Tetapi karena hanya memakai pakaian yang tua dan jelek, tidak ada seorang pun yang menyambutnya.

Dengan kecewa Nasrudin pulang kembali.

Namun tak lama, Nasrudin kembali dengan memakai pakaian yang baru dan indah. Kali ini Tuan Rumah menyambutnya dengan ramah. Ia diberi tempat duduk dan memperoleh hidangan seperti tamu-tamu lainnya.

Tetapi Nasrudin segera melepaskan baju itu di atas hidangan dan berseru, "Hei baju baru, makanlah! Makanlah sepuas-puasmu! Untuk mana ia memberikan alasan Ketika aku datang dengan baju yang tadi, tidak ada seorang pun yang memberi aku makan. Tapi waktu aku kembali dengan baju yang ini, aku mendapatkan tempat yang bagus dan makanan yang enak. Tentu saja ini hak bajuku. Bukan untukku. "

KEHADIRAN

temaram hati sentuh bulir air
jatuh berdenting di genangan duka
membiarkan gelombangnya meluas
hingga tak lagi tepi tersisa
sementara malam terus mendekap

hembusan angin malu menyapa
tak dirasa begitu kuat membakar kering hati
mencoba hadir disaat bara menyala
berarti mendekap sembilu
dan mati ...

adakah cinta kan hadir
disaat raga mati tak berdaya
padahal cinta tak pernah mati
mata boleh tertutup rapat
tapi jiwa terbentang luas menanti air kehidupan

itulah cinta ...

(coretan hati, waktu sekolah dulu)
Konon, ketika saya berumur 7 tahun, saya pernah menangis sangat mengerikan seharian. Saya ingat sedikit, ketika itu pada mulanya saya dibisikkan oleh beberapa orang lelaki yang lebih tua dari saya, tentang satu nama yang sangat asing. Tentu, bukan UFO atau kapal terbang. Tapi, (maaf) v-a-g-i-n-a (selanjutnya dapat dibaca V) J. Mereka kakak-kakak satu pengajian dengan saya dulu. Mereka yang bicara keras, mencuri jambu dan menghisap rokok. Sumpah mati, ketika itu saya tak tahu apa yang mereka lakukan. Saya hanya tahu bahwa mereka pandai tertawa dan saya takjub pada asap yang keluar dari mulut mereka, seperti asap dari cerobong kereta api…

Begitulah, mereka membisikkan nama yang sangat asing, dan mereka menyuruh saya memintanya dari kakak perempuanku yang mereka bilang cantik. Mereka sebut nama asing sekali lagi, dengan tangan menunjuk arah bawah pusarnya, lalu ia mengacungkan jempol dengan tawa yang renyah. Mereka menyebut nama kakakku. Mereka tertawa-tawa, saling dorong satu sama lain, dan saya berjingkrak ikut gembira.



Dalam kepala kecil saya ketika itu, saya hanya tahu bahwa saya tengah membayangkan sebuah makanan yang lezat atau sebuah mainan yang bagus dan barangkali sengaja disembunyikan kakak perempuanku dibawah perutnya. Sepanjang jalan pulang, yang saya tahu saya ingin V. Sampailah saya di rumah, dan keluarlah permintaan itu: saya ingin V dengan ledak tangisan saya yang konon, sangat mengerikan. Tak seperti ketika saya meminta uang jajan, permintaan kali itu tak pernah dikabulkan. Saya malah dapat kemarahan yang panjang dari ibu dan kakak perempuanku. Saya hanya dapat jeweran seperti laiknya jeweran ketika saya menghabiskan makanan kesukaan kakak saya di lemari kamarnya.



Saya menangis seharian, konon sangat mengerikan, dan mereka—kakak-kakak saya—menceritakannya kembali. Saat mendengar kembali cerita masa kecil itu, saya malu bukan kepalang. Dan tahukah kalian, tangisan saya yang mengerikan itu tiba-tiba berhenti ketika kakak saya benar-benar memperlihatkan apa yang saya mau. Ia memperlihatkannya dengan wajah merah menyala. Ya, wajah yang sangat marah.



(Jika hari ini saya bertemu pemuda-pemuda berandalan itu, saya bersumpah akan mencaci maki mereka. Karena mereka mengajarkan saya melecehkan kaum perempuan…)



Tentu saja, ketika itu ibu saya bilang sambil tertawa, bahwa punya kakak tak enak dimakan dan ia akhirnya memberikan uang jajan yang lebih besar dari biasanya. Dengan syarat, saya dilarang menangis dan segera tutup kuping jika pemuda-pemuda berandalan itu bicara jorok. Lho, bicara jorok itu apa?



Tapi ketika itu saya mengangguk pelan. Lalu kakakku menambahkan bahwa V adalah lubang ular, dan ketika itu saya begitu takut mendengarnya. Ah, jika seandainya ketika itu yang meminta bukan anak sekecil saya, tetapi pemuda-pemuda berandalan itu, tentu kakak saya akan bilang: ini milik sah suamiku…Lho, suami? Nama asing apa pula itu? Apakah dia seekor ular? []



Ditulis tahun 2009

Entri ini dituliskan pada 25 Desember 2009 pada 12:16 pm dan disimpan dalam Ω Cerita Masa Kecil. Bertanda: Ω Cerita Masa Kecil, Sex. Anda bisa mengikuti setiap tanggapan atas artikel ini melalui RSS 2.0 pengumpan. Anda bisa tinggalkan tanggapan, atau lacak tautan dari situsmu sendiri.

JERITAN HISTERIS

Ketika itu umur saya 7 tahun. Seperti anak seusia saya, saya mesti lucu di depan tamu. Saya mesti mencium tangan tamu setiapkali mereka datang berkunjung ke rumah. Tapi ketika suatu hari datang seorang perempuan muda, dia sudah lebih dulu mencium pipi kecil saya. “Lho, sudah besar ya” Dan ibu bilang: “Ini saudara Ibu juga. Ini saudara Bapak juga.” Tapi saya selalu malu-malu dipeluk orang asing. “Masih malu, ya…” dan kini saya tahu bahwa saudara bapak yang datang dari jauh itu sangat pendiam. Saya bisa mengingatnya cukup baik.

Perempuan muda itu saudara dekat bapak saya. Dan ibu bilang ia akan tinggal di rumah kita dalam waktu yang cukup lama. Ia bukan tamu, ia saudara kami. Meskipun begitu, saya masih canggung.



Pada mulanya rasa ingin tahu, seperti laiknya filsafat yang saya pahami hari ini. Saya kini bisa menilai bahwa ketika itu, saya lebih cocok disebut dalam istilah sunda: euleuyeur. Saya tidak tahu padanannya dalam bahasa Indonesia. Yang jelas, saya bisa menaiki pohon jambu, meja makan dan pundak bapak saya dengan kaki yang kotor. Rasa ingin tahu seorang bocah memang menakjubkan. Ia bisa lebih berani daripada orang dewasa.



Dimulai ketika saya melihat diam-diam perempuan muda itu dengan malu-malu. Ketiga gilirannya didekati, saya akan lari. Begitulah anak kecil. Ia acapkali punya dunia yang tak bisa ditawar-tawar, tetapi perlahan-lahan akan luluh dengan sendirinya. Setiapkali perempuan muda itu makan, saya melihatnya diam-diam dari balik pintu.. Ketika perempuan muda itu tidur, saya sesekali melihatnya. Setiapkali ia bercakap dengan bapak, saya memperhatikannya dengan malu. Ketika itu saya tahu, bahwa dia masih asing bagi saya.



Sampai suatu hari, saya melihatnya menjemur pakaian. Ketika melihat saya yang pemalu, perempuan muda itu akan menggoda saya. Lalu ketika dia masuk kamar mandi, saya dam-diam memanjat tembok. Perlu digaris-bawahi, kamar mandi di rumah saya ketika itu tak punya atap, sehingga yang asyik mandi dengan leluasa bisa sekaligus menatap langit. Begitupun saya ketika itu, bisa leluasa melihat perempuan muda itu mandi. Saya melihat dia tak memakai pakaian sedikitpun. Dan itulah pertama kalinya saya melihat perempuan dewasa tanpa baju. Saat itulah pertama kalinya saya melihat apa-apa yang belum saya lihat, yang belum pantas saya lihat.



Tapi celakanya perempuan muda itu menyadari seseorang tengah mengintipnya. Menjeritlah ia. Jeritan yang sangat histeris seperti seorang nyonya yang memergoki maling di rumah megahnya. Dia kaget. Saya juga kaget. Saya loncat dari atap hingga membuat luka di lidah saya. Kini saya baru menyadari ternyata anak seusia saya ketika itu bisa meloncat begitu tinggi. Sungguh fantastis!



Setelah saya dewasa, saya ceritakan pengalaman masa kecil itu pada seorang bapak yang tak sengaja saya kenal di sebuah warung kopi. Dia terkekeh mendengarnya.

“Hebat kamu ya, saya saja bisa melihat perempuan telanjang ketika umur saya 25 tahun. Ya itu ketika saya udah nikah. Lha kamu masih umur 7 tahun ketika itu, udah ketiban fatamorgana.” Bapak tua itu kembali terkekeh-kekeh.

“Ya, sama juga Pa. 2+5 kan 7…”

“Tapi beda dengan saya, kamu kan bertahun-tahun dihantuinya.”

Bapak itu terbahak. Hingga matanya berair.



Ditulis Desember 2009